1. Mengapa Sungai Gangga tidak
tercemar meskipun di hulunya dilakukan pembakaran mayat?
Sungai Gangga dianggap suci oleh
umat Hindu. Kesuciannya laksana bunga
teratai yang tumbuh di kolam berlumpur, di mana walaupun airnya keruh tetapi
teratai itu tetap berbunga cemerlang tak ternodai lumpur sedikit pun.[i]
Pernyataan itu dibenarkan jika melihat realitas Sungai Gangga. Banyak umat
Hindu di India yang membuang abu jenasah, mayat-mayat yang tidak mampu dikremasi,
dan limbah-limbah rumah tangga ke Sungai Gangga. Meskipun demikian, umat
sekitar Sungai Gangga tetap memanfaatkan air sungai tersebut untuk mandi, dan
bahkan untuk minum. Selain itu, Sungai Gangga juga tetap dilihat memiliki
kesucian, sebagai tempat pamungkas kesucian jiwa dan raga. Di dalam
agama Hindu, Sungai Gangga ini dipercaya berasal dari air yang mengalir dari
kaki Dewa Wisnu (bagi pemeluk Vaisnava)
atau juga merupakan rambut Dewa Shiwa (bagi pemuja Dewa Shiwa). [ii]
Realitas
di atas merupakan keunikan dan bahkan aneh. Oleh karena itu, beberapa ahli
melakukan penelitian atas air Sungai Gangga. Seorang dokter kebangsaan Prancis,
D.Herelle setelah melakukan penelitian menyimpulkan bahwa suatu mineral
yang tak dikenal, yang terkandung oleh air Sungai Gangga, bisa membunuh
kuman-kuman penyakit. Dr. G.E. Nelson berpendapat, "Air sungai
Gangga, mengandung anasir-ansir, yang tak dikenal, sehingga air itu tahan
berbulan-bulan".[iii]
Seorang ahli fisika berkebangsaan Inggris, E.
Hanbury Hankin pada
tahun 1896 melaporkan bahwa dalam air Sungai Gangga terdapat Antibacterial
Nature. Ahli fisika lainnya, yang juga berkebangsaan Inggris, C.E. Nelson berdasarkan penelitiannya
mengatakan Sungai Gangga memiliki Anti-putrefication.[iv]
2. Karma Yoga mengajarkan Nishkama-Karma artinya bertindak tanpa
pamrih-saya bukan pelaku. Lalu, siapa pelakunya?
Karma
Yoga merupakan sebuah ajaran di mana seseorang selalu memasrahkan setiap aksi
dan tindakannya kepada yang Maha Esa semata, walaupun ia masih berktifitas
sehari-hari. Dengan jalan tersebut seseorang lepas dari ikatan mati dan hidup
dan lebih cepat mencapai yang Maha Esa.[v]
Karma Yoga juga mengajarkan Nishkama Yoga, yaitu bertindak tanpa pamrih, tidak
disertai keinginan dan maksud tertentu.[vi]
Saya tidak menjadi pelaku dalam tindakan tersebut. Seseorang menjadi tuan atas
dirinya sendiri, walaupun ia bekerja tetapi tidak tersentu sedikitpun oleh
pekerjaan itu. Mengapa hal itu terjadi karena tidak bekerja untuk dirinya
sendiri. Pertanyaan yang muncul adalah kalau demikian, siapa pelaku dalam
tindakan itu? Pelakunya adalah Sang Atman
atau Sang Kreshna yang ada dalam
diri pribadinya sendiri. Dengan kata lain, kekuatan ilahi (divine) yang bertindak langsung dalam pekerjaannya.[vii]
Seseorang melakukan sesuatu, makan, minum, dan sebagainya sebenarnya hanyalah
alat dari Sang Atman.
3. Mengapa keenam aliran filsafat
india bisa akur? Apa pendamainya?
Enam sistem
filsafat India (Shad Darshana), yaitu
Nyaya, Vaisheshika, Samkhya, Yoga,
Purva-Mimamsa, dan Vedanta. Darshana berarti persepsi langsung,
pandangan kontemplatif, penglihatan spiritual; dan secara filosofis berarti
pengetahuan tentang prinsip tertinggi. Keenam aliran filsafat itu dikembangkan
sebagi hasil dari pengetahuan yang dipadatkan melaui masa Weda, Brahmana, Upanishad, dan Purana.[viii]
Keenam aliran filsafat itu memiliki perbedaannya masing-masing, baik ajaran
maupun metode untuk sampai pada prinsip tertinggi atau realitas absolut. Akan
tetapi, keenam aliran filsafat itu tetap akur. Keakuran keenam aliran filsafat
tersebut disebabkan oleh beberapa perumus (Rishis)
sama dalam melihat Realitas atau Kebenaran, tetapi dilihat dari sudut pandang
yang berbeda.[ix]
Keakuran tersebut juga dikaitkan dengan pandangan keenam aliran filsafat itu
yang melihat bahwa diri yang sejati adalah atman
bukan badan fisik, dan bukan badan pikiran. [x] Filsafat
India lebih memperhatikan pembebasan eksterior (waktu, keinginan, materi)
daripada pembebasan interior.[xi]
4. Mengapa Mahayana Buddhisme
berkembang di Utara dan Theravada di Selatan?
Setelah kematian
Buddha Gautama, Buddhisme terpecah menjadi Mayayana
(kendaraan besar) dan Theravada
(kendaraan kecil). Aliran Mahayana lebih
berkembang ke Utara (Tibet, Mongol, China, Korea, dan Jepang). Mereka tidak
hanya menerima kanon Pali sebagai sumber utama, tetapi juga memiliki banyak
teks baru dalam bahasa Sansekerta. Selain itu, Mahayana menyakini bukan hanya
pada satu Buddha tetapi banyak Buddha (Buddha
Amitba, Boddhisattva Avalokitervara,
dll). Sedangkan Theravada berkembang
ke Selatan (Sri Langka, Thailand, Birma, Laos, dan Kamboja). Perkembangan itu
memunculkan pertanyaan, mengapa Mahayana berkembang di Utara dan Theravada di
Selatan? Secara umum dapat dikatakan
bahwa hal itu disebabkan oleh pengaruh politik dan perdagangan. Dalam ranah
politik, Mahayana lebih bisa diterima
oleh kebanyakan orang, khususnya ajaran mengenai rahmat, belaskasihan, dan
perhatian terhadap kehidupan banyak orang. Orang-orang di Utara sangat antusias
dengan ajaran tersebut. Sedangkan di Selatan orang lebih mementingkan diri
sendiri. Dalam hal ini, perbedaan keduanya juga bisa disebabkan oleh karakter
masyarakat.
[v]
http://www.parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=198&Itemid=82
[vi] Swami Rajarshi Muni, Yoga: The Ultimate Spiritual Path (USA:
Uewallyn, 2001), hlm. 100.
[vii] Ibid.
[viii] Matius Ali, Filsafat India (Tanggerang: Sanggar Luxor, 2010), hlm. 29.
[ix] Ibid.
[x] Matius Ali dalam Sastrapratedja,
Manusia: Teka-Teki yang Mencari Solusi.
(Kanisus: Yogyakarta, 2009. Hlm 95.
[xi] F.Budi Hardiman, Pustaka Filsafat: Melampaui Positivisme dan
Modernitas (Kanisius: Yogyakarta,
2003) hlm.81.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar