“AKU” Peduli dengan Alam
Pemikiran dasar
Tidak dapat disangkal
bahwa manusia tidak bisa hidup tanpa alam disekitarnya. Indonesia sebagai
Negara yang terdiri dari berbagai pulau dan memiliki bermiliaran kekayaan alam di
dalamnya juga harus diakui. Akan tetapi, dari waktu ke waktu keindahan dan
kekayaan alam yang diagungkan terus memudar. Memudarnya sebagian kekayaan dan
keindahan alam di negara Indonesia tidak bisa lepas dari sikap dan tindakan manusia
sendiri. Cukup banyak pribadi di Indonesia yang dengan semena-mena memperlakukan
alam di sekitarnya. Kesadaran akan penting dan manfaat alam itu masih kurang
tertanam dalam setiap pribadi di Indonesia. Orang masih kuat dengan egonya
sendiri sehingga melupakan kepentingan dan kebaikan bersama. Masalah pengrusakan
alam yang sering terjadi di Indonesia adalah pembabatan hutan secara liar dan
eksploitasi kekayaan alam melalui pertambangan. Masalah-masalah tersebut
menggambarkan sikap manusia yang tidak peduli dengan lingkungan hidup.
Berhadapan dengan
kenyataan tersebut, usaha pelestarian alam perlu mendapat perhatian serius.
Sebagai orang yang beriman Katolik, usaha melestarikan lingkungan hidup mesti
lahir atau tumbuh dari kesadaran bahwa Allah telah menciptakan dunia ini baik
adanya dan manusia diberi tugas untuk merawatnya (Kej 1: 1-31). Dalam hal ini,
manusia tidak boleh menganggap alam sebagai miliknya belaka, sehingga berlaku semena-mena
atasnya. Manusia harus sadar bahwa Allah menciptakan dunia ini untuk semua umat
manusia dari generasi ke genarasi. Dengan kata lain, manusia yang hidup di
zaman ini mempunyai tanggung jawab untuk melestarikan lingkungan hidup agar
generasi berikutnya masih bisa merasakan dan menikmatinya.
Melihat realitas pengrusakan lingkungan
hidup yang semakin semarak dan tanggung jawab kita sebagai umat beriman untuk
menjaganya, sebenarnya kita sedang berada dalam posisi ditantang. Apakah kita
tetap membiarkan pengrusakan tersebut? Apakah kita segera mengambil tindakan untuk
melindunginya? Tentu kita memilih untuk melindungi dan peduli dengan lingkungan
hidup. Pilihan itu bukan demi kepentingan pribadi, melainkan demi tugas dan
tanggung jawab kita sebagai perpanjangan tangan Allah untuk merawat alam. Akan
tetapi, mungkin saat ini kita sedang tertidur, terlena, dan kurang sadar akan
panggilan mulia dari Allah itu. Oleh karena itu, katekese sebagai komunikasi
iman membantu umat beriman untuk bangun dari tidurnya, untuk sadar kembali akan
tugas dan tanggung jawabnya. Katekese setidaknya mampu menumbuhkembangkan kesadaran
umat beriman untuk peduli dan secara bersama-sama melestarikan lingkungan
hidup.
Tujuan:
Dengan mendalami tema ini, peserta
katekese diharapkan;
·
Menyadari panggilannya sebagai ciptaan
Allah untuk ikut serta menjaga kelsetarian alam.
·
Menumbuhkan sikap peduli terhadap alam
dan berbagai masalah yang terjadi atasnya.
·
Mengambil langkah-langkah konkrit dalam
hidup bermasyarakat sebagai perwujudan sika peduli terhadap alam.
Peserta
:
Kelompok Orang Muda Katolik yang bergerak dalam bidang Kelestarian Alam (Paroki Hati Kudus Kramat, Jakarta).
Tempat
:
Aula Paroki
Waktu : Pukul 18.00 WIB-sampai selesai
Sarana : - Film (Tambang Emas di Tanah Merah, Pesanggaran-Banyuwangi)
-
LCD (fokus)
Sumber bahan:
- Alkitab (Kitab
Suci Perjanjian Lama, Kej 1: 11-13; 24-31)
- Diktat Kuliah
Katekese
- Majalah Gita Sang
Surya terbitan JPIC OFM
Proses
Katekese ANSOS
1.
1. Pembukaan
1.1.
Pengantar
Saudara-saudari sekalian yang terkasih
dalam Yesus Kristus, kita selayaknya bersyukur dan berterima kasih atas berkat
dan rahmat Allah, yang memperkenankan kita berkumpul bersama di tempat ini
untuk merenungkan karya-Nya yang agung bagi umat manusia. Namun, sebelum melanjutkan
acara kita, marilah kita mengawalinya dengan lagu pembukaan.
1.2. Lagu pembukaan (Tuhan Sumber Gembiraku,
Madah Bakti no.477)
Tuhan Sumber Gembiraku
Reff: Semua bunga ikut bernyanyi, gembira hatiku
Segala rumput
pun riang ria
Tuhan sumber gembiraku
Ayat:
Semua jalan di dunia, menuntunmu ke
surga
Desiran angin nan mesra, mengayunmu ke surga (reff)
Semua pematang sawah, menanti telapakmu
Derita
ria bersama, meringankan langkahmu (reff)
1.3.
Doa pembuka
Allah Bapa, Putra, dan
Roh Kudus, terima kasih atas rahmat yang telah Kau curahkan ke dalam hidup kami.
Berkat rahmat-Mu itu, kami masih Kau perkenankan berkumpul bersama di tempat
ini. Terima kasih juga ya Bapa atas alam yang indah, yag telah Kau berikan kepada
kami. Kini kami akan merenungkan pengalaman sebagai umat Allah, mengenai relasi
dengan alam, yang telah Kau percayakan kepada kami untuk menjaganya. Oleh karena
itu ya Bapa, hadirlah dalam diri kami pada kesempatan ini, agar segala sesuatu
yang dibicarakan saat ini Kau berkati dan berguna bagi kehidupan kami
masing-masing, juga bagi semua orang. Demi Yesus Kristus Putera-Mu, Tuhan, dan
pengantara kami. Amin.
2.
Pengembangan langkah-langkah Katekese
ANSOS
2.1.
Langkah I: Memperlihatkan realitas
kerusakan alam
2.1.1.
Pengantar
Saudara-saudari yang terkasih, tema yang
kita renungkan pada kesempatan ini berbicara mengenai relasi ‘Aku’ atau
seseorang dengan alam di sekitarnya. Untuk
memperdalam tema itu, kita akan menonton sebuah film singkat yang berjudul,
“Tambang Emas di Tanah Merah, Banyuwangi”. (Peserta diminta menyaksikan tayangan
itu dengan baik).
2.1.2.
Penceritaan kembali
(Setelah
menonton film tersebut, peserta diminta menceritakan kembali sesuatu yang
terungkap dalam film singkat tersebut, cukup1 orang)
Ringkasan film:
Film tadi menceritakan
eksplorasi tambang di daerah Tanah Merah, Pesanggaran-Banyuwangi. Eksplorasi
tambang itu tepatnya di Hutan Lindung Gunung Tumpang Pitu, yang dilakukan oleh
PT. Indo Multi Niaga (IMN). Masyarakat di sekitarnya menolak eksplorasi tambang
tersebut. Mereka menolak karena merasa didirugikan dan dipermainkan oleh
kebijakan yang tidak adil. Bagi warga, usaha penambangan tersebut hanya akan
menguntungkan kaum bermodal (orang kaya) dan akan mengganggu ketenteraman
masyarakat. Selain itu, wagra juga semakin tidak setuju karena PT. Indo Multi Niaga
itu didanai oleh investor asing.
Agar keluar dari
masalah tersebut, warga setempat mengadakan musyawarah di balai Dusun Panser. Dalam
musyawarah itu mereka menghadirkan Nursyahbani Katjasungkana, S.H (anggota
Komisi III DPR-RI). Ternyata, dalam musyawarah itu banyak masyarakat yang
mengeluh akan kondisi sosial ekonomi mereka jika eksplorasi tambang itu tidak dihentikan.
Dusun yang paling dekat dengan lokasi eksplorasi penambangan adalah Dusun
Ringinagung. Sebagian besar mata pencaharian warga bergantung pada Hutan
Lindung Tumpang Pitu, yaitu pertanian dan peternakan. Selain mengancam mata pencaharian
penduduk, eksplosasi penambangan emas itu juga akan mencemari air sungai yang
mengalir dalam wilayah tersebut, khususnya sungai Kalibaru dan Sungai Gonggo,
di mana masyarakat selalu menggunakan air itu untuk pengairan sawah, tempat
minuman ternak, tempat cuci pakaian, dan juga tempat mandi. Akhirnya warga juga
mengeluh bahwa “PT. Indo Multi Niaga itu juga belum pernah mengadakan
sosialisasi langsung dengan masyarakat. Mereka hanya mengadakan sosialisasi
dengan pemerintah daerah,” tutur Susongko, kades Pesanggaran.
Mereka semua mengharapkan agar
pemerintah bisa mengambil posisi tegas untuk membatalkan eksplorasi tambang itu.
Juga diharapkan agar pengambilan kebijakkan sebaiknya memperhitungkan kebaikan dan
ketenteraman banyak orang, khususnya masyakatat kecil.
2.1.3. Setelah mendengar penceritaan
kembali film tersebut, fasilitator mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut
kepada peserta.
a.
Apa reaksi spontan Anda ketika menonton
film tadi?
b.
Apa yang Anda saksikan dalam film
tersebut? Masalah apa sebenarnya yang sedang terjadi?
c.
Apa alasan mendasar yang memunculkan
persoalan tersebut?
d.
Siapa yang mesti bertanggungjawab
terhadap persoalan tersebut?
2.1.4.
Rangkuman
(Setelah peserta mengajukan
jawaban-jawaban mereka, fasilitator menyimpulkannya)
Saudara-saudari,
setelah kita menonton film tersebut, mungkin ada dari kita yang merasa marah
dengan kebijakan pemerintah, mungkin ada yang sedih dengan keadaan masyarakat,
mungkin ada yang sangat menyayangkan keindahan Hutan Lindung Gunung Tumpang Pitu
jika eksplorasi tambang tidak dihentikan. Intinya, pasti banyak reaksi yang
timbul dalam diri saudara-saudari semua, sebagimana yang telah disharingkan
tadi. Persoalan yang diperlihatkan dalam film tersebut merupakan fakta yang
memang sedang terjadi di Indonesia. Kekayaan alam digerus oleh kediktatoran
manusia.
Akan tetapi, film
tersebut juga menampilkan gambaran, bagaimana kita harus bersikap dan bertindak
atas alam yang sedang rusak ini. Film itu menampilkan tindakan masyarakat yang
sadar akan pentingnya alam. Mereka sadar bahwa bukan mereka saja yang boleh
menikmati keindahan alam itu, melainkan juga anak cucu mereka. Atas dasar
kesadaran itu, mereka menolak eksplorasi tambang emas di daerah Pesanggaran-Banyuwangi
itu.
Kesadaran itu bisa ditemukan dalam
beberapa alasan penolakan mereka seperti kebijakan yang salah, keuntungan yang
berat sebelah, dan alasan yang penting adalah mengganggu ketenteraman hidup sosial-ekonomi
masyarakat. Agar keluar dari masalah tersebut, mereka mengadakan musyawarah. Sebuah
contoh sikap yang baik dalam menghadapi masalah. Sekarang yang masih tersisa
adalah tanggapan perintah atas penolakan masyarakat tersebut. Tanggapan pemerintah
yang diharapkan tentunya berpihak pada masyakat dengan memberhentikan
eksplorasi tambang emas oleh PT. Indo Multi Niaga. Jadi, poin penting bagi kita
yang terungkap dari film tersebut adalah kesadaran akan sikap peduli dan
bertanggung jawab atas kelestarian alam.
2.1.5.
Selingan
(Sebagai
selingan peserta katekese diminta berdiri dan bersama-sama menyanyikan lagu, Lestari
Alamku)
Lestari
Alamku
Lestari
alamku lestari desaku Damai
saudaraku suburlah bumiku
Di mana
Tuhanku menitipkan aku Kuingat
ibuku dongengkan cerita
Nyanyi
bocah-bocah di kala purnama Kisah tentang jaya nusantara lama
Nyanyikan pujaan untuk nusa Tentram kartaraharja di sana
Reff:
Mengapa tanahku rawan ini
Bukit-bukit telanjang berdiri
Pohon dan rumput enggan bersemi kembali
Burung-burung
pun malu bernyanyi
Kuingin
bukitku hijau kembali Lestari
alamku lestari desaku
Semenung pun
tak sabar menanti Di
mana Tuhan ku menitipkan aku
Doakan
kuucapkan hari demi hari Kamikan
bernyanyi hibur lara hati
Kapankah hati ini kapan lagi Nyanyiknlah bait
padamu negeri
2.2.
Langkah II: Belajar dari Kitab Suci (Kitab Kejadian 1: 11-13;24-31)
2.2.1. Pengantar
Saudara-saudara yang terkasih, masalah
yang terungkap dalam film yang telah kita nonton merupakan salah satu dari
sekian banyak masalah, yang meperlihatkan sikap dan tindakan manusia atas alam.
Ada orang yang peduli dengan alamnya dan adanya yang tidak. Lantas, bagaimana
sikap kita sebagai umat Katolik dalam menghadapi masalah seperti itu? Oleh
karena itu, sekarang kita akan mendengarkan bacaan dari Kitab Suci yang membicarakan
masalah itu.
2.2.2. Peserta diminta untuk membaca
atau mendengarkan kutipan dari Kitab Suci
Allah
menciptakan langit dan bumi serta isinya
(Kej 1: 11-13; 24-31)
1:11
Berfirmanlah Allah: "Hendaklah tanah menumbuhkan tunas-tunas muda,
tumbuh-tumbuhan yang berbiji, segala jenis pohon buah-buahan yang menghasilkan
buah yang berbiji, supaya ada tumbuh-tumbuhan di bumi." Dan jadilah
demikian. 1:12 Tanah itu menumbuhkan tunas-tunas muda, segala jenis
tumbuh-tumbuhan yang berbiji dan segala jenis pohon-pohonan yang menghasilkan
buah yang berbiji. Allah melihat bahwa semuanya itu baik. 1:13 Jadilah petang dan
jadilah pagi, itulah hari ketiga. 1:24 Berfirmanlah Allah: "Hendaklah bumi
mengeluarkan segala jenis makhluk yang hidup, ternak dan binatang melata dan
segala jenis binatang liar." Dan jadilah demikian. 1:25 Allah menjadikan
segala jenis binatang liar dan segala jenis ternak dan segala jenis binatang
melata di muka bumi. Allah melihat bahwa semuanya itu baik. 1:26 Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita
menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas
ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh
bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." 1:27 Maka
Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah
diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. 1:28 Allah
memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan
bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas
ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang
merayap di bumi." 1:29 Berfirmanlah Allah: "Lihatlah, Aku memberikan
kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala
pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah akan menjadi makananmu. 1:30 Tetapi
kepada segala binatang di bumi dan segala burung di udara dan segala yang
merayap di bumi, yang bernyawa, Kuberikan segala tumbuh-tumbuhan hijau menjadi
makanannya." Dan jadilah demikian. 1:31 Maka Allah melihat segala yang
dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah
hari keenam.
2.2.3. Fasilitator mengajak peserta berbincang-bindcang
mengenai bacaan tersebut. Beberapa pertanyaan penuntun yang bisa disampaikan:
1.
Apa kesan Anda setelah mendengar bacaan
tersebut?
2.
Apa yang diperintahkan Allah kepada Anda
melalui bacaan tersebut?
3.
Bagaimana kaitan antara bacaan itu dengan
kisah dalam film dan situasi sekarang?
2.2.4. Setelah mendengar tanggapan
peserta, fasilitaor merangkumnya agar peserta lebih dalam memahami teks.
Saudara-saudara yang
terkasih, bacaan tadi memperlihatkan kepada kita bagaimana Allah menciptakan langit
dan bumi ini dari ketiadaan (kekosongan). Allah menciptakan langit dan bumi
semata-mata karena belaskasihan-Nya. Menarik bahwa, dari semua ciptaan, Allah menjadikan
manusia sebagai ciptaan yang istimewa karena diciptakan menurut gambar dan
rupa-Nya. Manusia menjadi ciptaan yang istimewa bukan tidak dengan satu maksud.
Allah menjadikan manusia menurut rupa-Nya untuk menjadi perpanjangan tangan-Nya
di bumi. Untuk menjadi sarana atau alat-Nya di bumi. Untuk apa? Jelaslah bahwa
Allah mengutus manusia untuk menularkan atau menebarkan kasih kepada semua
makhluk. Salah satu perwujudan kasih itu adalah peduli dengan alam, melindungi
alam, memperindah alam, dan mencintai alam, bukan sebaliknya merusak,
menghancurkan alam. Jadi, Allah dalam bacaan tadi memerintahkan kepada manusia
untuk menebarkan kasih-Nya kepada semua ciptaan, seperti mencintai alam,
memperindah alam, dan melindungi alam.
Akan tetapi, manusia
sekarang banyak yang salah mengartikan perintah Allah, “Beranakcuculah dan
bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas
ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang
merayap di bumi” (Kej 1:28). Banyak manusia sekarang yang berkuasa atas alam
bukan untuk membuat alam semakin baik, melainkan untuk merusak alam. Dalam hal
ini sebenarnya yang menjadi persoalan adalah pemahaman manusia sebagai ciptaan
istimewa seturut gambar dan rupa Allah sendiri. Nilai-nilai keagamaan belum
tertanam sepenuhnya dalam diri mereka.
Saudara-sadauara yang terkasih,
kiranya kita juga bisa melihat hubungan antara bacaan ini dengan kisah
eksploitasi tambang di Pesanggaran-Banyuwangi. Kita memang tidak tahu apakah masyarakat
di sekitar lingkar tambang di Pesanggaran-Banyuwangi itu beragama Katolik atau
tidak. Akan tetapi, bukan soal mereka beragama apa yang mau kita lihat, melainkan
bagaimana sikap dan posisi mereka terhadap alam. Dalam film sudah diperlihatkan kepada kita sikap mereka terhadap
alam, yaitu peduli. Kepedulian mereka berangkat dari kesadaran bahwa alam ini
bukan milik mereka melainkan ciptaan Allah yang harus dilestarikan. Mereka juga
sadar bahwa keindahan itu bukan dinikmati oleh generasi mereka saja, melainkan
oleh semua generasi. Karena itu, mereka sadar akan tanggung jawab mereka untuk
menjaganya agar anak cucu mereka di kemudian hari masih bisa merasakan alam
yang indah. Dan sikap seperti inilah yang dituntut Allah dari kita sebagaimana
ditegaskan dalam Kitab Suci tadi. Berkuasa atas alam tidak berarti menindas
alam, tetapi melindungi dan melestarikan alam itu sebagai bagian dari tanggung
jawab atas perutusan Allah sebagai perpanjangan tangan-Nya. Dengan kata lain,
sikap dan posisi masyarakat Pesanggaran-Banyuwangi terhadap alam merupakan
contoh bagaimana manusia harus bertindak terhadap alam.
Terlepas dari kisah
penambangan itu, hal sederhana yang menggambarkan pengrusakan alam oleh
manusia, seperti, membuang sampah di sembarangan tempat, merokok tidak pada
tempatnya, atau membiarkan bunga menjadi kering-kerontang dalam pot di rumah
kita. Masalah-masalah seperti itu menjadi gambaran awal sikap kepedulian kita
terhadap alam. Pertanyaannya adalah apa yang yang harus kita lakukan berhadapan
dengan kenyataan itu? Tentu yang diharapkan adalah kesadaran. Kesadaran akan
panggilan kita sebagai anak Allah untuk merawat dan menjaga alam ini. Tidak
perlu memikirkan hal yang muluk-muluk, cukup memulai dengan hal sederhana saja,
seperti membuang sampah pada tempatnya, atau memperhatikan bunga yang layu
dalam pot. Hal-hal kecil itu niscaya akan berkembang dan memotivasi kita untuk
peduli terhadap alam.
2.3.
Langkah III: Menyusun aksi nyata agar
peserta semakin peduli dengan alam
2.3.1. Pengantar
Saudara-saudari yang terkasih, setelah merenungkan
dan merefleksikan pengalaman akan sikap dan tindakan kita terhadap alam, dan
juga telah dicerahkan oleh Kitab Suci sebagai dasar iman, sekarang kita diajak
untuk menemukan aksi nyata kita sebagai ungkapan kepedulian terhadap alam. Aksi
nyata yang kita wujudkan di tempat kita tinggal atau di rumah.
2.3.2. Fasilitator meminta peserta untuk
mengungkapkan ide mereka sendiri.
2.3.3. Setelah peserta mengungkapkan
idenya masing-masing, fasilitator memberikan beberapa masukkan tambahan.
Saudara-saudari yang
terkasih, beberapa hal penting yang bisa kita wujudkan sebagai aksi nyata
kepedulian terhadap alam adalah:
1.
Menumbuhkembangkan kesadaran dalam diri
akan panggilan kita sebagai Anak Allah untuk menjaga dan melestarikan alam.
2.
Kesadaran itu diungkapkan dengan menjaga
dan melestarikan alam di sekitar kita, seperti menanam bunga, menanam pohon,
tidak merokok di sembarangan tempat, membuang sampah pada tempatnya, dan lain
sebagainya.
3.
Untuk program jangka panjang, peserta
juga bisa terlibat dalam aksi penolakan tambang
dan penolakan pembabatan hutan secara liar.
3. Penutup
3.1. Doa penutup
(Fasilitator
meminta peserta untuk hening sejenak sambil mengungkapkan niat-niat mereka
dalam hati. Kemudian fasilitator menutupnya dengan doa spontan).
Allah bapa yang Mahabaik, terima
kasih atas penyertaan-Mu selama permenungan kami. Banyak nilai yang kami
ungkapkan, ada banyak niat yang hendak kami wajudkan dalam kehidupan sehari
hari-hari sebagai ungkapan kepedulian terhadap alam dan permasalahannya. Kami
mohon, berkat-Mu juga agar semuanya itu bisa terlaksana dengan baik. Demi
Kristus, Tuhan, dan pengantara kami. Amin.
3.2. Lagu penutup (Gita Sang Surya)
(Peserta diminta untuk membentuk
lingkaran dan menyanyikan lagu Gita Sang Surya)
Gita
Sang Surya
(St. Fransiskus Assisi)
Reff: Puji dan syukur pada Tuhan dan bakti pada-Nya
s’lalu
Ayat:
Tuhan pemurah, penyayang pada-Mu puji dan hormat,
Hanya pada-Mu berkat limpah,
Kami memuji nama-Mu,
Bersama makhluk di Bumi, terpujilah dikau Tuhanku. (Reff)
Karna saudara sang surya, lambang-Mu yang
memancarkan
Cahyanya pada sarwa makhluk.
Karna saudara kartika dan candra di cakrawala,
Udara mega dan cuaca. (Reff)
Karna sang ibu pertiwi, membri air dan makanan
Serba pala puspa yang mewah
Karna saudaraku Agni yang mulya dan murni,
Suluh bagi para musyafir. (Reff)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar