Siapakah Yang Membunuh
Yesus?
Gabariel
Holen
Pengantar
Dalam menjawab pertanyaan, ‘Siapakah yang membunuh Yesus’ di atas penulis akan berusaha
memahaminya dari dua posisi: pertama,
kematian Yesus sebagai bagian dari rencana keselamatan Allah, “Sebab Anak
Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang” (Luk 19:10). Kedua, kematian Yesus sebagai sebuah ‘peristiwa
atau kejadian biasa’. Untuk menjawab pertanyaan tersebut juga, penulis dibantu
oleh film yang berjudul Who Killed Jesus?
Data
dalam Kitab Suci (injil sinoptik dan injil Yohanes)
Kematian Yesus sebagai bagian dari
rencana keselamatan Allah
Kematian Yesus sebagai
bagian dari rencana keselamatan Allah, tampak dalam sikap dan perkataan Yesus
sendiri. Yesus rupanya sudah menyadari bahwa waktunya sudah tiba, dan bahwa di
Yerusalem keselamatan yang dijanjikan Allah terpenuhi (Luk 18:31). Oleh karena
itu, sampai di Yerusalem Yesus mengusir semua orang yang berjualan di Bait
Allah (Luk 19: 45). Tindakan Yesus tersebut tampaknya dengan tahu dan mau
karena Yesus sebenarnya sudah mengetahui bahwa tindakan-Nya akan menimbulkan
kemarahan para pemimpin agama Yahudi dan orang Farisi . Lebih jauh lagi, bahkan
Yesus pun tidak mempersalahkan Yudas Iskariot yang mengkianati-Nya, karena Ia
sudah menyadari bahwa hal itulah yang akan terjadi (Mrk 14:43-53).
Gambaran tersebut
setidaknya memunculkan kesan bahwa Yesus sadar akan sesuatu yang terjadi dengan
diri-Nya. Di satu sisi, Yesus sebenarnya bisa memilih tidak pergi ke Yerusalem.
Ia bisa meninggalkan Yerusalem. Yesus sebenarnya bisa mengajarkan Sabda Allah
di tempat-tempat lain demi kenyamanan-Nya sendiri. Akan tetapi, mengapa Yesus
akhirnya tetap memilih ke Yerusalem? Jawabannya adalah karena Yesus ingin
memperlihatkan kesetiaan-Nya pada kehendak Bapa. Yesus sadar juga bahwa Ia
tidak akan ditinggalkan oleh Bapa-Nya (Yoh; 16:32). Di sisi lain, Yesus yang
memiliki kuasa yang sebenarnya bisa melawan semua orang yang hendak
menangkap-Nya. “Ketika Ia berkata kepada mereka: "Akulah Dia,"
mundurlah mereka dan jatuh ke tanah” (Yoh 18:6). Akan tetapi, yang dilakukan
Yesus justru membiarkan diri-Nya ditangkap dan disiksa, sampai mati di
salib.
Semuanya itu, tidak lain dan tidak bukan
karena Yesus sadar bahwa kerajaan-Nya bukan dari dunia ini, melainkan dari
surga. Ia datang ke dunia diutus Bapa untuk menyelamatkan manusia (Yoh 18:36). Dengan
demikian, kematian Yesus dapat dikatakan sebagai penggenapan terhadap apa yang
telah difirmankan dalam Kitab Suci (Yoh 19:28). Allah pun sebenarnya telah
menetapkan peristiwa kematian Yesus sebagai peristiwa penting dalam sejarah
keselamatan (Mat 20:28; Mrk 10:45). Selain itu, Yesus sebenarnya memiliki
kekuatan untuk melawan semua orang yang akan menangkap-Nya, tetapi demi
kesetiaan dan keselamatan umat manusia Ia rela untuk disalibkan.
Kematian Yesus sebagai peristiwa
biasa
Merasa terancam oleh
kebengisan Herodes, keluarga Yesus pindah ke Galilea yaitu di Nasaret (Mat 2:23).
Di sana ia dibesarkan dan memulai pengajaran tentang Kerajaan Allah. Selain di
daerah tersebut, Yesus juga melakukan pengajaran-Nya di kota-kota di sekitar
Yerusalem daerah Yudea. Pewartaan Yesus di beberapa daerah tersebut memberi
kesan bahwa kehadiran dan tindakan-Nya akan menimbulkan perpecahan di kalangan
masyarakat. Ada orang yang mau mengikut-Nya atau sebaliknya menentang Dia. Orang-
orang yang mengikuti-Nya biasanya orang miskin, sakit, dan menderita. Perlu
diketahui juga bahwa saat itu, daerah Galilea, Yudea dan Samaria, serta
daerah-daerah lainnya berada di bawah kekuasaan kekaisaran Romawi. Jadi, yang merasa
terancam oleh kehadiran Yesus adalah penguasa Romawi, para pemimpin agama
Yahudi, dan orang Farisi. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tokoh yang
sangat berperan dalam kematian Yesus adalah para pemimpin keagamaan, Kayafas
sebagai imam besar dan Pilatus.
Sejak awal penginjil
Markus mengatakan bahwa pengajaran Yesus tidak sesuai dengan pengajaran para
pemimpin agama Yahudi (Mrk 1:22 ). Banyak praktik dan ajaran agama Yahudi yang
ditolak oleh Yesus. Yesus juga mengakui diri-Nya sebagai mesias, anak Allah
yang hidup (Mrk 14:62). Sikap da tindakan Yesus tersebut, dilihat sebagai
perbuatan nabi palsu sehingga mereka menginginkan kematian-Nya (Mat 27: 63) .
Selain itu, kehadiran Yesus juga diniai sebagai ancaman bagi kekuasaan, agama,
dan masyarakat yang berada dalam kekuasaan mereka (Mat 15:13; 21:23). Yesus
benar-benar dinilai sebagai pengganggu kenyamanan yang telah ada (Luk 22:2).
Itulah sejumlah alas an, pemimpin agama dan orang Farisi ingin membunuh Yesus.
Akan tetapi, keinginan
pemimpin agama dan orang Farisi tidak terlepas dari peran seorang Kayafas. Film
Who Killed Jesus menjelaskan bahwa
Kayafas adalah seorang aristokrat kaya, imam besar di Bait Allah yang memiliki
71 anggota, memiliki hubungan yang erat dengan Pilatus, seorang yang ahli dalam
politik, dan orang yang lihai dalam bekerja sama. Ahli arkeologi menambahkan
bahwa dia adalah orang yang hidup mewah di Yerusalem, rumahnya tampak mewah dan
di dalamnya terdapat 150 kamar mandi ritual yang digunakan untuk membersihkan
diri sebelum masuk ke bait Allah. Yesus
menolak praktik tersebut. Bagi Yesus, orang boleh memasuki bait Allah tanpa
harus membayar. Sikap Yesus itu terang-terangan menentang Kayafas.
Penginjil Yohanes
memasukkan nama Hanas mertua Kayafas, mantan imam besar (Yoh 18:13) sebagai
seorang yang terlibat dalam kematian Yesus. Akan tetapi, tampaknya Hanas tidak
menemukan kesalahan apapun pada Yesus. Kemudian
Yesus di bawah ke rumah Kayafas. Penginjil Yohanes tidak menampilkan adegan
Yesus di hadapan Kayafas, tetapi hanya menegaskan bahwa sebenarnya Kayafas
telah merasa terganggu dengan kehadiran Yesus
di Yerusalem. Kayafas pun menasihatkan orang Yahudi dengan mengatakan,
"Adalah lebih berguna jika satu orang mati untuk seluruh bangsa” (Yoh
18:14). Kebencian Kayafas terhadap Yesus didukung oleh pernytaan penginjil
Markus bahwa ketika ia bertanya, apakah Engkau Mesias? Jawaban Yesus, yang
tidak hanya mengakui dirinya sebagai mesias, tetapi juga mesias Anak Allah yang
hidup (Mrk 14:62). Jadi, keseluruhan tuduhan terhadap Yesus di hadapan pemimpin
agama Yahudi dan Kayafas adalah pelanggaran keagamaan (Yoh 18:12-14). Yesus
dipandang sebagai penentang hukum Taurat dan agama Yahudi.
Setelah melihat peran
pemimpin agama dan Kayafas, tokoh yang sangat berperan juga dalam kematian
Yesus adalah Pilatus. Film ‘Who Killed
Jesus?’ menjelaskan bahwa keempat injil manampilkan sosok Pilatus yang bisa
dikatakan baik. Akan tetapi, tulisan di luar injil menjelaskan bahwa Pilatus
sebenarnya orang yang kejam, kasar, dan tidak suka dengan kaum Yahudi. Berkaitan
dengan itu, rupanya orang Farisi dan pemimpin agama Yahudi sadar bahwa penguasa Roma tidak terlalu peduli dengan
masalah keagamaan, sehingga tuduhan mereka terhadap Yesus di hadapan Guberbur
Romawi Pilatus berupa pelanggaran politik. Hal tampak dalam jawaban mereka
ketika Pilatus bertanya, Apa tuduhanmu terhadap orang ini? Beberapa tuduhan di
lontarkan oleh mreka adalah Yesus orang yang menyesatkan bangsa yahudi dan yang
membuat penyelewengan terhadap kaisar, Yesus melarang membayar pajak, dan Yesus
adalah raja (Luk 23:1-2).
Menanggapi semua tuduhan mereka, Pilatus
merasa bahwa Yesus tidak bersalah (Mrk 15:10; Luk 23: 4). Akan tetapi, karena
merasa takut dengan banyak orang, Pilatus akhirnya menjatuhkan hukuman mati
kepada Yesus (Yoh 19:12). Pilatus pun sangat berperan dalam kematian Yesus
karena orang Yahudi tidak diperbolehkan membunuh seseorang (Yoh 18:31). Tampak
juga bahwa Pilatus sebenarnya menginginkan kematian Yesus. Akan tetapi, ia
tidak tidak menemukan cara yang tepat
untuk membunuh Yesus. Itu bisa dilihat saat ia memberikan alternatif untuk
membebaskan Yesus atau Barabas. Semua orang tahu bahwa Barabas memang
benar-benar telah bersalah, sedangkan Yesus tidak bersalah menurut
pemeriksaannya. Penginjil Matius bahkan mengatakan bahwa isterinya juga mencoba
meyakinkannya bahwa Yesus tidak bersalah (Mat 27: 19). Pilatus sendiri juga
mengakui bahwa dirinya sangat bertanggung jawab atas kematian Yesus,
"Tidakkah Engkau mau bicara dengan aku? Tidakkah Engkau tahu, bahwa aku
berkuasa untuk membebaskan Engkau, dan berkuasa juga untuk menyalibkan Engkau?”
(Yoh 19:10). Jadi, kehadiran Yesus di Yerusalem tidak hanya membuat pemimpin
agama, orang Farisi, dan Kayafas merasa terancam, tetapi juga Pilatus sebagai
gubernur Romawi. Hal itu membuat ia menginginkan kematian Yesus.
Tanggapan
Setelah membaca Kitab
Suci dan menonton Film Who Killed Jesus?
penulis berpikir bahwa dalam memahami dan menjawab pertanyaan, siapakah yang membunuh Yesus? Perlu
memperhatikan dua posisi di atas. Di satu sisi, kematian Yesus merupakan penggenapan
dan puncak rencana keselamatan Allah. Jika kematian Yesus jika dipandang
sebagai bagian dari rencana keselamatan Allah, kehadiran Yudas, pemuka agama,
Kayafas, dan Pilatus, serta yang lainnya dalam peristiwa salib tidak bisa
dipersalahkan. Kehadiran mereka dalam sejumlah adegan bisa dipandang sebagai
sarana Allah menyatakan keselamatan kepada manusia melalui Putera-Nya. Cinta
Allah kepada manusia sungguh besar. Ia mengutus Putera tunggal-Nya Yesus
Kristus kepada manusia dengan menjadi manusia. Yesus pun telah menunjukkan kesetiaan-Nya
kepada Bapa dengan menerima jalan salib. Allah sendiri pun menepati janji-Nya
untuk tidak meninggalkan Yesus seorang diri (Yoh 16: 32) dengan membangkitkan-Nya
dari mati (Mat 28: 1-10; Mrk 16:1-8; Luk 24: 1-12; Yoh 20: 1-10).
Di sisi lain, jika kematian
Yesus dipandang sebagai ‘peristiwa biasa’, penulis yakin bahwa yang bertanggung
jawab dan yang mebunuh Yesus adalah para pemimpin agama, Kayafas, Pilatus, dan Yudas
Iskariot. Pemimpin agama dan orang Farisi dikatakan bersalah dan harus
bertanggung jawab atas kematian Yesus karena mereka sebenarnya berusaha membunuh Yesus demi kepentingan
pribadi, supaya tidak kehilangan pengikut, dan kekuasaan mereka tetap eksis di
tengah masyarakat. Begitu pun dengan Kayafas yang merasa terancam dengan
kehadiran Yesus. Dalam film dikatakan bahwa kesalahan Kayafas akhirnya dibayar
dengan pemecatannya sebagai imam besar. Peran Pilatus dalam drama salib sebenarnya
sangat menentukan. Hanya dia yang bisa menentukan Yesus jadi disalibkan atau
tidak. Ia sebenarnya tidak menemukan kesalahan pada Yesus. Akan tetapi, demi
kepercayaan dan kedudukkan ia memutuskan untuk menyalibkan Yesus. Terhadap
sikapnya itu, dikatakan bahwa ia kemudian bunuh diri. Sedangkan Yudas Iskariot
dapat dikatakan bersalah karena tegila-gila dengan uang sehingga ia bersekutu
dengan pemimpin Yahudi untuk membunuh Yesus. Ia juga akhirnya mati karena bunuh
diri (Mat 27: 5). Dengan demikian, siapakah yag membunuh Yesus jika dilihat sebagai
peristiwa biasa? Secara umum penulis yakin bahwa tokoh-tokoh yang menetang dan
yang merasa terancam dengan kehadiran Yesus yang telah disebutkan di atas yang membunuh
Yesus. Akan tetapi, Pilatus sebenarnya tokoh yang sangat menentukan Yesus jadi
disalibkan atau tidak.
Di samping dua posisi tersebut di atas,
tokoh yang sebenarnya juga musuh Yesus adalah setan atau roh jahat. Sejak dulu
setan atau roh jahat sudah mengetahui Yesus sebagai anak Allah (Mrk 5:7). Akan
tetapi, dalam melawan kekuasaan Yesus, setan selalu kalah. Akan tetapi, penginjil
Lukas mengatakan bahwa sebenarnya Setan menunggu waktu yang tepat untuk
membunuh Yesus. Saat yang tepat tersebut menurut Lukas adalah di Yerusalem. Roh
jahat berkarya di dalam Yudas Iskariot sehingga mengkianati Yesus (Luk 22:
3-6).
Penutup
Siapakah yang membunuh Yesus? Merupakan
pertanyaan yang tidak mudah di jawab. Ditilik dari sejarah keselamatan, Yesus
bukanlah orang yang bunuh diri, melainkan bukti kesetiaan-Nya kepada Bapa.
Dipandang dari posisi ‘peristiwa biasa,’ orang yang membunuh Yesus adalah
pemuka agama, Kayafas, dan terutama Pilatus. Akan tetapi, Setan atau roh jahat
sebagai musuh Yesus juga bisa dikatakan sebagai sosok yang menginginkan
kematian Yesus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar