Search

Kamis, 07 Juni 2012

Filsafat sebagai Ilmu Kritis

Filsafat sebagai Ilmu Kritis

Pengantar
Banyak orang bingung tentang peranan filsafat dalam kehidupan bermasyarakat. Tidak hanya bingung tetapi juga menilai bahwa filsafat hanyalah ilmu yang penuh dengan argumen-argumen yang membingungkan. Orang berpikir dan mengatakan seperti itu sebenarnya tidak ada salahnya, karena bisa saja terjadi karena orang tidak mengeti tentang filsafat dan peranannya dalam hidup bermasyarakat. Karena itu, Prof. Dr. Frans Magnis-Suseno, SJ memaparkan tentang pentingnya filsafat dalam hidup manusia. Dalam hal ini, yang sangat diperhatikannya adalah pengaruh filsafat dalam hidup manusia dan filsafat sebagai ilmu kritis.
Filsafat dalam Realitas Hidup Manusia
Hampir semua filsafat besar di Barat memiliki minat akan politik. Sebut saja beberapa tokoh seperti Plato mengembangkan filsafat tentang idea-idea karena prihatin dengan keadaan politik di Athena, Aristoteles dengan etikanya yang terkenal sampai sekarang, dan aliran Stoa dengan paham hukum kodrat. Selain itu, dapat juga disebutkan filsuf-filsuf yang menghubungkan teologi dan filsafat Agustinus dan Thomas Aquinas.
Banyak filsuf berminat pada politik menunjukkan bahwa berfilsafat tidak melarikan diri dan terus bergulat dengan masalah-masalah dasar manusia dan juga tatanan masyarakat sebagai keseluruhan. Pergulatan dalam keseluruhan hidup manusia itulah yang disebut bidang politik dan filsafat pun hadir sebagai pengkritik. Akan tetapi, kritik yang dilakukan filsafat tidak terbatas pada bidang politik tetapi  mencakup seluruh realitas hidup manusia. Jadi, filsafat membantu manusia untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan khususnya dalam mengorientasikan diri di dunia agar terciptalah hidup yang adil.
                Usaha manusia itu pun perlu didasari oleh sebuah kesadaran bahwa ilmu pengetahuan pasti memiliki titik-titik keterbatasan. Karena itu, ilmu pegetahuan harus berfokus dan membatasi diri pada masalah-masalah tertentu saja sehingga hasil yang diperoleh bisa maksimal. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan tidak mampu membahas seluruh manusia yang berada di luar batas atau metodenya. Padahal manusia terus-menerus mencari dan bertanya-tanya tentang diri dan hidupnya. Pencaharian dan pertanyaan manusia tidak semuanya mampu dijelaskan oleh ilmu pengetahuan. Namun, kesadaran akan keterbatasan dirinya cukup membuat manusia terus berpikir.
                Dari uraian di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa filsafat selalu bergerak dalam dua arah. Di satu sisi, filsafat harus mengkritik jawaban-jawaban yang tidak memadai. Maksudnya, mengkritik jawaban-jawaban yang tidak membantu memberikan penjelasan yang dapat dimengerti kepada masyarakat. Di sisi lain, filsafat terlibat terus-menerus mencari jawaban yang benar atas suatu persoalan dalam hidup manusia. Dengan kata lain, filsafat tidak hanya bertanya dan bertanya tentang sesuatu tetapi juga berusaha mencari jawaban yang benar dari apa yang ditanyakan. Robert Spaecmann mengatakan, “Yang baik tidak dapat terletak dalam pertanyaan sendiri, tetapi harus dalam jawaban.”
                Mempertanggungjawabkan jawaban tidak dipahami sebagai sekadar berargumen atau berdialog tetapi yang diutamakan adalah memberikan agumen-argumen yang rasional. Hal itu hendak menegaskan bahwa mempertanggungjawabkan jawaban secara rasional adalah ciri khas dari filsafat. Rasional di sini tidak berarti hanya menekankan ratio (akal budi) di atas segala-galanya tetapi suatu sikap yang terbuka terhadap pertanyaan atau sanggahan  dan memberikan jawaban-jawaban yang mudah dipahami oleh lawan bicara atau dialog. 
Filsafat sebagai Ilmu Kritis
                Uraian tentang tempat filsafat dalam realitas hidup manusia di atas dapat dimengerti bahwa hakikat filsafat adalah kritik atas sesuatu yang mempengaruhi hidupnya, manusia umumnya, dan atas dirinya sendiri. Filsafat terus mencari jawaban atas realitas hidup manusia yang tidak kenal abadi. Hal itu terjadi karena jawaban-jawaban selalu bergerak seturut perubahan dan perkembangan hidup manusia itu sendiri. Masalah-masalah yang dihadapi pun tidak selamanya hal baru karena masalah yang dianggap baru pun sebenarnya hanyalah hasil dari modifikasi masalah-masalah lama bersama perkembangan waktu. Jadi, filsafat dilihat sebagai seni kritik. Seni kritik artinya merasa tidak puas dengan dirinya sendiri, tidak memotong perbincangan, dan selalu bersedia bahkan senang berdebat demi mencari suatu kebenaran tertentu. Harapan selanjutnya, filsafat mampu membentuk ilmu kritis.
                Dalam perkembangan, filsafat bersifat kritik dijadikan sarana mengkritik ideologi. Kritik ideologi merupakan kritik terhadap teori tentang makna hidup, nilai-nilai hidup, dan kemudian membentuk kesimpulan tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak. Namun, perlu juga memperhaikan hal-hal yang sebenarnya tidak perlu dipertanyakan dalam ideologi. Walaupun filsafat sebenarnya menuntut suatu pertangungjawaban yang rasional. Contoh yang sangat mencolok adalah ajaran-ajaran dalam hidup keagamaan.
                Lalu, bagaimana filsafat sebagai ilmu kritis memberikan pengaruhnya dalam berpolitik? Filsafat politik adalah filsafat yang mengenai masyarakat secara keseluruhan. Masalah utama filsafat politik adalah legitimasi dalam arti etis. Contohnya masalah hukum dan kekuasaan politik. Terhadap hukum filsafat mondorong agar hukum ditegakkan secara adil. Terhadap kekuasaan politik, filsafat berusaha menjelaskan hal-hal yang perlu dilakukan oleh penguasa politik dan juga arti dari kekuasaan itu sendiri. Jadi,   filsafat politik menekankan kesesuaian antara kata dan perbuatan dalam berpolitik. Tujuannya jelas agar masyarakat ditata dengan baik. Dengan demikian, filsafat politik hadir untuk mengkritik tindakan sewenang-wenang dari pihak tertentu dalam penerapan politik di masyarakat.
Kesimpulan
                Filsafat pada dasarnya bergerak tidak jauh dari realitas, terus bertanya, dan sekaligus mencari jawaban tentang keseluruhan realitas hidup manusia. Kata keseluruhan tidak berarti bahwa filsafat mampu menjawab semuanya. Filsuf harus tetap menyadari bahwa dirinya penuh keterbatasan dalam usaha mencari dan menemukan jawaban tersebut. Karena itu, filsuf harus bisa bertindak secara rasional dan berusaha membawa kebaikan bagi masyarakat. Misalnya dalam meluruskan sitem politik dalam suatu negara.

Tidak ada komentar: