Pengantar
Gerardus
Janssen adalah seorang petani yang tinggal di Goch, sebuah kota kecil di bagian barat dataran Rhein,
dekat Belanda dan Jerman. Selain bertani, ia mempunyai perusahan angkutan
dengan pedati. Pada usia 30 tahun ia menikah dengan Ana Katarina Wellesen, seorang
wanita Jerman. Mereka dianugerahi sebelas orang anak, Margareta (1836),
Arnoldus (1837), Gerardus (1839) yang meneruskan pekerjaan ayahnya, Wihelmus
menjadi bruder Kapusin, Petrus (1844), Getrudis, Teodorus, Yoanes, tiga lainnya
meninggal waktu melahirkan. Kekhasan Ana Katarina adalah selalu menampilkan wajah
periang dan keramahan. Hal itu membuat ia disenangi banyak orang dan juga meminta
nasihat darinya. Selain beternak, kebanyakan waktunya diisi dengan doa.
Sementara itu, Gerardus lebih tertarik pada politik dan karya penyebaran iman. Setiap
hari keluarga tersebut merayakan ekaristi dan hari senin dikhususkan sebagai hari
pengabdian kepada Roh Kudus. Selain itu, mereka sekeluarga juga rajin berdoa Rosario.
Latar belakang keluarga seperti itu sangat berpengaruh
terhadap panggilan hidup Arnoldus Janssen. Dalam tulisan ini akan diceritakan
perjalanan hidup Arnoldus Janssen sebagai Bentara Sabda Allah mulai dari kecil
sampai dia mendapat gelar beato
(bahagia). Di akhir tulisan, terdapat refleksi terhadap pribadi Arnoldus
Janssen yang setidaknya masih relevan untuk hidup bermisi saat ini.
Riwayat Hidup
Arnoldus Janssen: Bentara Sabda Allah
5
November 1837 adalah hari kelahiran Arnoldus Janssen. Menurut pengakuan ibunya,
wajah Arnoldus Janssen sangat mirip dengan ayahnya. Saat usia kanak-kanak, ia
dianggap aneh oleh teman-temannya karena tidak banyak meminati permainan mereka.
Ia lebih senang duduk di dalam gereja, membiarkan suasana shadu meresapi
tubuhnya. Ia senang menjadi putera
altar karena bisa membantu imam dan cita-citanya ingin menjadi pastor.
Pastor de Ruiter[i]
sangat kagum dengan sikap Arnoldus sehingga dengan tidak bosan-bosan ia meminta
bapak Gerardus Jassen agar menyekolahkannya. Berkat desakan yang terus-menerus
tersebut, sehari sesudah tahun baru 1847, untuk pertama kalinya Arnoldus masuk
sekolah rakyat di Paroki Goch. Setiap hari, Arnoldus bergegas ke sekolah
setelah menghantar sapi ke padang.
Dua tahun kemudian (Oktober 1849) Arnoldus masuk kolose Gaesdonck. Belajar di sana membutuhkan banyak biaya,
akan tetapi orang tuanya mengatakan,
“Baiklah kita bersyukur kepada Tuhan bahwa Arnoldus bisa belajar dengan baik dan
selanjutnya kita serahkan semuanya pada Tuhan.” Arnoldus juga adalah seorang
kutu buku dan sangat berminat pelajaran matematika. Buktinya, dengan hasil
yang memuaskan (11 Juli 1855), ia
berhasil lulus dari kolose Gaesdonck.
Saat itu juga dia mengatakan niatnya untuk menjadi imam kepada kedua orang
tuanya.
Untuk
mewujudkan impiannya tersebut, ia masuk Seminari Collegium Borromeum (1855). Di
seminari tersebut, ia berusaha memahami dalil-dalil tentang rencana penciptaan Ilahi
dan juga belajar pemikiran Aristoletes mengenai Allah yag tidak dapat dilukiskan.
Dia menjadi sadar bahwa kekacaubalauan melanda jiwa manusia apabila hanya
mengandalkan kemampuan diri sendiri tanpa mengandalkan Injil. Setelah lulus
dengan sempurna dari sekolah tersebut, ia melanjutkan studinya di Bohn. Berkat ketekunannya
dalam belajar, ia mendapat hadiah uang limapuluh Tahler dan mendapat fakultas docendi (wewenang untuk
mengajar) dari Fakultas Ilmu Pasti dan Alam di tingkat gymnasium.
Di samping keberhasilan yang diperolehnya itu,
ia tetap fokus untuk menjadi imam. Karena itu, dia melanjutkan studinya ke
Muster untuk belajar moral, dogmatik, liturgi dan hukum gereja. Akhirnya, pada
Pesta Santa Maria di Angkat ke Surga Arnoldus ditabiskan menjadi imam bersama
rekan-rekannya dan 17 Agustus untuk pertama kalinya ia mempersembahkan
ekaristi di Muster serta memberikan berkat kepada ayahnya. Sebagai tugas
pertama ia mengajar ilmu pasti dan alam di Sekolah Menengah Katolik di Bocholt. Setiap uang yang diperolehnya lebih banyak
digunakan untuk membeli buku, khususnya mengenai teologi dan berbagai
perjuangan keagamaan. Karena satu hal yang sangat memprihatinkannya waktu itu
adalah perpecahan keagamaan yang menimpa bangsa Jerman yaitu Katolik dan
Protestan.
Saat
menghadiri sidang Katholische Verein
Deutschland (Persatuan Katolik Jerman) tahun 1867 di Paris, ia bertemu
dengan Pater Malfati, seorang Yesuit yang menjadi direktur Kerasulan Doa untuk
Jerman-Austria-Hongaria. Kelompok ini secara khusus menghomati Hati Terkudus
Yesus dan berdoa untuk kepentingan gereja serta pertobatan orang-orang berdosa.
Dia merasa tertarik dengan misi kelompok doa tersebut dan segera menggabungkan
diri. Sejak itu, dia selalu mengajar banyak orang untuk berdoa, baik melalui
kotbah-kotbah, wejangan-wejangan maupun melalui cara hidupnya sendiri. Kegiatan
kerasulan doa memberikan Arnoldus Janssen kepercayaan diri yang kuat,
keberanian, dan membangkitkan kesadaran bahwa dia mampu memberikan sesuatu kepada orang-orang
sezamannya, lebih besar dari ilmu pasti. Bersamaan dengan keberhasilan
usahanya, Kulturkampf mulai tumbuh. Kaum
liberal, konservatif, dan vrijmetselaar bersatu hendak melawan Kristus yang
mistik. Hal itu dilihat sebagai badai yang ganas oleh Arnoldus. Akan tetapi, ia
tetap percaya pada kekuatan sabda dan doa sehingga Gereja Katolik pasti akan
mengalahkan segala musuhnya.
Arnoldus Janssen juga diminta untuk menjadi rektor
suster-suster Ursulin di Kampen. Di situ pula ia menghubungi percetakan untuk
mencetak majalah kecil yang direncanakannya Kleine
Herz-Jesu-Bote (Utusan Kecil Hati Yesus).
Isi majalah tersebut adalah wejangan, doa, surat-surat para misionaris, dan
dihiasi dengan peta-peta dan lukisan-lukisan. Tujuannya adalah membangkitkan
minat orang terhadap suku-suku lain, bangsa-bangsa lain, dengan kebudayaan,
watak, dan cara hidup yang beraneka ragam, terhadap semua orang lain yang merupakan
saudara-saudaranya, betapapun berlainan warna kulitnya.
Dalam
bulan Mei 1874 Arnoldus Janssen bertemu dengan Mgr.Raimondi, peserta pendiri
seminari misi di Milano, prefek apostolik dan tidak lama kemudian menjadi uskup
di Hongkong, yang kebetulan menjadi tamu Pastor Ludwig von Essen di Neuwerk. Dalam
perbicaraan dengan Rektor Arnolus Janssen, Uskup Raimondi mendesaknya untuk mendirikan sebuah rumah misi bersama
Dr. von Essen. Keduanya langsung tanggap dengan masukan tersebut. Dalam edisi kedua
malajah Kleine Herz-Jesu-Bote pun memuat seruan dari Pastor von
Essen mengenai ajakan untuk mendirikan sebuah seminari misi. Akan tetapi,
hasilnya tidak ada yang melamar. Keduanya tidak putus asa, mereka mencoba lagi
dengan memuat seruan yang sama di majalah Katolik Jerman. Rektor Janssen juga mengadakan
aksi doa di kapel dengan hikmat selama berjam-jam. Usaha tersebut juga tidak
mendatangkan hasil.
Titik-titik terang cita-citanya justru
muncul ketika ia berani keluar batas wilayah negaranya. Suatu hari Rektor Janssen
berangkat ke kota Venlo, di Belanda. Dalam perjalanan pulang, ia bertemu dengan
teman lamanya, Profesor Moubis di stasiun Kereta Api. Dengan temannya tersebut
dia menceritakan semua rencana dan maksud kedatangannya di Venlo. Profesor
Moubis pun menjanjikan bantuan bagi Rektor Janssen. Akan tetapi, rumah yang
ditunjuk Profesor Moubis terlalu mahal harganya. Berbagai cara dilakukannya
untuk mendapatkan sejumlah dana tetapi hasilnya sia-sia saja. Ada juga yang menilai
cita-cita rektor Janssen sebagai suatu yang aneh dan tidak masuk akal.
Bagaimana mungkin ia ingin membangun sebuah seminari tanpa ada uang dan siswa.
Cita-citanya
menemukan jalan pada 8 September 1875, ia berhasil membeli rumah Klaas Ronck di Steyl, dalam distrik
Tegelen, Belanda.[ii] Rektor Janssen, Pastor Bill, Dr. von
Essen, dan Anzer secara bersama-sama membangun kembali rumah tersebut karena
masih membutuhkan banyak perbaikan, belum lagi perabot-perabotnya yang tidak
lengkap. Sebagai peraturan hidup, mereka menggunakan peraturan Ordo Ketiga St.
Dominikus. Terhadap aturan hidup
tersebut, Anzer, Pastor Bill, dan Dr. von Essen tidak setuju, khususnya yang menekankan
satu hari puasa dan empat hari pantang dalam seminggu. Mereka menentang karena
prihatin dengan misionaris-misionaris yang nantinya berkarya di tempat
terpencil. Akan tetapi, Rektor Janssen sendiri tetap teguh dengan pendiriannya.
Menurutnya, apa yang telah disetujui dari awal merupakan kehendak Allah
sendiri.
Di tengah peliknya masalah Anggaran Dasar,
pada pesta St. Nikolaus, 6 Desember 1875 muncul ide dalam benak Rektor Janssen untuk
membeli mesin cetak, di satu sisi untuk mempermudah penyebarluasan majalah dan di
sisi lain sebagai sumber pendapatan. Bertepatan dengan pesta St. Yohanes
Kristostomus (27 Januari 1875), mesin cetak itu diberkati. Berkat mesin cetak itu
pula, kongregasi itu dijuluki Sie
Verkaufen Drucksachen (mereka yang menjual barang cetak). Sementara masalah
peraturan hidup belum juga selesai, muncul juga masalah baru mengenai
pembalikan nama pemilik rumah dari Pastor Bill ke Rektor Janssen. Hal itu
akhirnya membawa malapetaka, 24 maret 1876 Reichert, Pastor Bill, dan Dr. von
Essen memutuskan hubungan dengan Rektor Janssen.
Menghadapi situasi tersebut, ia tetap percaya
pada kehendak Ilahi, walaupun
nyatanya ia hanya berjuang dengan Yoanes Baptista Anzer.[iii]
Mereka berdua membicarakan aturan hidup sementara dari kongregasinya yang
diberi nama, Societas Verbi Divine (Serikat
Sabda Allah), yang secara khusus menghormati Hati Kudus Yesus. Semangat itu
ditandai oleh penyerahan diri seutuhnya kepada Allah, semangat iman, kesetiaan,
kerendahan hati, dan penyangkalan diri. Semakin hari jumlah siswa di rumah
Klaas Ronck semakin banyak. Pada tahun 1877 jumlah siswa dibiara sebanyak 30
orang. Kemudian cara hidup mereka sisetujui oleh Paus Leo XIII pada tahun 1878.[iv]
Satu tahun setelah cara hidup mereka direstui
oleh takhta suci, Rektor Janssen mengirim Pastor Anzer dan Joseph Frainademetz
ke Tiongkok (Maret 1879), untuk berkarya di tanah misi. Sejak itu pula, dari
biara itu setiap tahunnya mengirim satu misionaris ke seluruh penjuru dunia. Beberapa
tahun kemudian Janssen mendapat wilayah misi sendiri dari para Fransiskan
Italia di Shantung Selatan.[v]
Selanjutnya, Paus Leo XII memberi mereka wilayah misi di Togo dan Afrika Timur.
Di samping banyaknya kepercayan yang diberikan untuk berkarya di tanah misi, majalah-majalah
baru pun bertambah, ada Stadt Gottes,
Michaëls-Almanak, St. Michaëlskalender, dan Katholieke Missiën.
Keberhasilan mendirikan kongregasi misi
mendapat sambutan hangat dari Mgr. Comboni (tahun 1877), yang menyarankan
Rektor Janssen untuk mendirikan sebuah kongregasi suster-suster misi. Saran
tersebut dengan pertimbangan bahwa peran kaum perempuan dalam menyukseskan
karya misi sangat kuat. Orang pertama yang menjadi suster misi adalah Helena
Stollenwerk, yang kemudian diberi nama Suster Maria.[vi]
Kongregasi suster yang didirikan tersebut diberi nama: Suster Misi: Abdi Roh
Kudus. Selanjutnya, tahun 1896 muncul juga ide untuk mendirikan biara suster Adorasi
Abadi.
Pada usianya
ke-75 (1907) Janssen mulai menderita sakit. Dalam keadaan sakitnya yang semakin
parah pimpinan sementara kongregasi SVD diberikan kepada Pater Blum. Akhirnya
saudara maut memanggilnya pada hari Jumat 15 Januari 1909. Berita kematiannya
disebarkan ke seluruh dunia. Ia dimakamkan di taman biara di Styeil. Selanjutnya,
19 Oktober 1975 Arnoldus Janssen dan Joseph Frainademetz mendapdt gelar beato (bahagia) oleh Paus Palus VI.
Rekleksi Atas
Riwayat Hidup Arnoldus Janssen
Setelah
membaca riwayat hidup Arnoldus Janssen yang dikenal sebagai Bentara Sabda
Allah, saya sungguh merasa kagum dengan tokoh ini. Kekaguman tersebut
berdasarkan beberapa nilai-nilai dari cara hidupnya yang bagi saya amat penting
dan masih relevan untuk bermisi saat ini.
Penglaman Hidup
Arnoldus Janssen lahir dalam keluarga yang
saleh. Hal itu sangat berpengaruh dalam mewujudkan impian dan panggilan hidupnya.
Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa keluarga yang saleh sangat dibutuhkan
dalam bermisi. Saya hanya ingin mengatakan bahwa dalam bermisi peran pengalaman
hidup sangat penting. Pengalaman tidak mungkin diapat begitu saja tanpa membuka
diri terhadap situasi atau keadaan di sekitar. Dengan kata lain perlunya suatu
kepekaan dalam diri. Oleh karena itu, kepekaan dan pengalaman bagi saya masih
sangat relevan untuk bermisi saat ini.
Pentingnya pendidikan
Untuk menyukseskan impiannya, Arnoldus harus
sekolah, mulai dari pendidikan dasar sampai seminari tinggi. Ia belajar bukan
semata-mata untuk memperoleh sejumlah pengetahuan melainkan sebagai penunjang
karyanya. Peran pendidikan dalam bermisi saat ini sangat penting. Di satu sisi
agar seseorang memiliki wawasan yang luas, di sisi lain kenyataan bahwa banyak
umat sekarang yang pintar. Banyak umat sekarang yang belajar filsafat dan
teologi. Jadi, seorang yang diutus untuk bermisi sebaiknya mempersiapkan diri
dengan baik, dibekali dengan ilmu pengetahuan yang memadai.
Teguh pada penyelenggaraan Ilahi
Arnoldus Janssen dalam perjuangannya
selalu menghadapi banyak tantangan, baik dari luar maupun dari dalam
kongregasinya sendri. Menghadapi semuanya itu, ia tetap teguh pada keyakinannya
bahwa Allah pasti selalu membimbing dan menolong orang yang berharap pada-Nya.
Kebanyakan orang yang menjalankan suatu misi di zaman sekarang cepat putus asa,
bahkan hilang total semangatnya. Bagi saya, munculnya kecemasan, keputusasaan,
ragu-ragu, dan bimbang dalam menjalankan misi karena mereka kehilangan harapan.
Harapan bahwa Allah akan selalu dan senantiasa menolong hamba-Nya.
Fenomena lain lagi adalah kadang-kadang lupa akan Allah saat mengalami kesuksesan
dalam berkarya. Orang merasa bahwa kesuksesan yang dicapainya itu semata-mata
berkat usahanya sendiri saja tanpa peran serta Allah. Dengan demikian orang
lupa untuk bersyukur pada Allah. Orang-orang seperti itu akan mengingat allah
saat mereka menghadapi masalah.
Keberanian
Keberanian Arnoldus Janssen yang sangat
menonjol saat ia keluar melewati batas negaranya. Batas yang saya maksudkan di
sini adalah batas-batas wilayah dan batas-batas kenyamanan. Melewati
batas-batas wilayah mungkin masih mudah, apalagi kebanyak orang sekarang sangat
suka untuk pergi ke luar negeri. Akan tetapi, untuk melewati batas-batas
kenyamanan orang-orang sekarang masih sulit. Orang sulit sekali mau berpindah
dari tempat yang dinilainya nyaman untuk tempat karyanya. Padahal karya kita
itu tidak hanya di suatu tempat saja tetapi di seluruh dunia.
Komitmen dan fokus
Arnoldus Janssen sadar bahwa dirinya
dipanggil untuk mewartaklan Sabda Allah kepada orang-orang yang belum mengenal
Kristus, tanpa memandang suku, ras, atau warna kulit. Oleh karena itu, ia benar-benar
komitmen dan fokus dengan kesadaran akan panggilannya tersebut. Dengan berbagai
usaha dia mewujudkan komitmennya, khususnya melalui majalah-majalah. Orang yang
menjalankan suatu misi di zaman ini harus memiliki komitmen dan fokus pada
tujuan mereka diutus. Dengan itu, karya atau tugas perutusannya tidak berjalan tanpa
arah dan tidak terkesan tanpa persiapan atau perencanaan.
Kreatif
Arnoldus Janssen tidak hanya kominten dan
fokus pada tujuannya, tetapi juga kreatif. ia sangat kreatif dalam usaha
menyebarkan Sabda Allah, baik memalui kotbah-kotbah, wejangan, majalah-majalah
maupun melalui cara hidupnya. Bagi saya, kreatifitas sangat dibutuhkan di tanah
misi. Orang bisa sukses tidak semata-mata karena memiliki banyak pengetahuan,
tetapi juga karena kreatif.
Sumber
Beding, Marcel. Arnoldus Janssen: Bentara Sabda Allah. Ende: Nusa Indah, 1975.
[i] Pastor de Ruiter adalah seorang
pastor kapelan do Goch. Saat itu,
bersekolah bukanlah suatu kewajiban, anak-anak cukup puas dengan belajar
katekismus.
[ii] Arnoldus Janssen membuka Rumah Misi
"St. Mikhael", yang menjadi Rumah Induk "Serikat Sabda Allah.
Banyak pria dan wanita yang mengadakan retret di rumah misi tersebut dari tahun
ke tahun.
[iii] Anzer pun
ditabiskan menjadi imam pada 15 Agustus 1876, dia kelak akan menjadi uskup misi
di Tiongkok.
[iv] Kongregasi SVD mendapat pengakuan secara
resmi dari kepausan yang diwakili oleh Paus Leo XIII, tepatnya 25 Januari 1901
dan tahun 1905 peraturan hidup
diresmikan.
[v] 1 November 1879 (Pesta semua Orang Kudus),
Pater Nies dan Pater Henle mati dibunuh di Shantung Selatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar