Upaya-Upaya
Komunikasi Sosial
(Inter Mirifica)
Pengantar
Manusia adalah makhluk yang berelasi. Awalnya, manusia hanya
menggunakan bahasa lisan dalam berelasi dengan sesamanya Dalam perkembangan
selanjutnya, manusia berkomunikasi dengan sesamanya melalui bahasa tulisan,
surat-menyurat. Era baru dalam dunia komunikasi dimulai
oleh penemuan sisten radio nir kabel tahun 1896 oleh Guissepe Marconi dan
percobaan transmisi signal radio tahun 1901. Setelah penemuan itu, secara
berangsur-angsur muncul berbagai penemuan baru dalam bidang komunikasi seperti
televisi, radio, film layar, internet, dan lain-lain. Penemuan-penemuan itu
memudahkan manusia mengirim dan mendapatkan informasi dari dan kepada sesamanya.
Salah satu ciri khas dunia modern adalah semaraknya perkembangan
media komunikasi sosial. Perkembangan media komunikasi itu di satu sisi membawa
hal positif, mendatangkan kemudahan dalam memberikan dan mendapatkan sejumlah
informasi. Di sisi lain, media komunikasi sosial membawakan malapetaka bagi
hidup manusia. Gereja sebagai persekutuan umat beriman pun tidak terlepas dari
pengaruh perkembangan media komunikasi sosial itu. Menyikapi semaraknya
masalah-masalah yang timbul akibat penyalahgunaan media komunikasi sosial tersebut,
dokumen Inter Mirifica muncul sebagai
petunjuk, pembantu, atau kompas bagi umat untuk menggunakan media komunikasi sosial
secara benar dan tepat.
Tulisan ini membahas
pokok-pokok penting yang terungkap dalam keseluruhan isi dokumen Inter Mirifica. Pokok-pokok itu pun
kemudian dilihat relevansinya dalam berpastoral di Keuskupan Agung Jakarta.
Akan tetapi, sebelum membahas kedua pokok tersebut, alangkah lebih baik jika
melihat latar belakang munculnya dokumen Inter
Mirifica.
Latar Belakang Dokumen Inter Mirifica
Dokumen
Inter Mirifica muncul bukan dari
suatu isu yang dadakan atau serentak dalam sidang konsili, melainkan lahir dari
sebuah kesadaran bahwa Gereja harus dan mesti menanggapi persoalan komunikasi
sosial. Sebelum Konsili Vatikan II diadakan, dalam Gereja sudah ada dua dokumen
yang berbicara mengenai komunikasi, yaitu Vigilanti
Cura dan Miranda Prorsus. Vigilanti Cura adalah dokumen kepausan
dari Paus Pius XI. Dokumen ini memberi perhatian pada persoalan film layar
bebas dan diterbitkan tanggal 29 Juni 1936. Paus Pius XI pun kemudian hari disebut
sebagai paus pertama yang berkomunikasi dengan umat sedunia menggunakan radio.
Sementara dokumen Miranda Prorsus
adalah dokumen dari Paus Pius XII yang diterbitkan tanggal 8 September 1957. Dokumen
itu berbicara mengenai media komunikasi sebagai sarana dari Tuhan bagi manusia
untuk membangun dunia menjadi lebih baik.
Selain
kedua dokumen tersebut, Gereja juga sebenarnya telah membentuk institusi yang
secara khusus ditugaskan untuk memperhatikan media komunikasi sosial seperti
UNDA untuk memperhatikan radio dan televisi, OCIC untuk memperhatikan sinema
atau film, dan UCIP untuk memperhatikan pers. Oleh karena itu, tidak
mengherankan jika Uskup Fulton, S. Sheen (1895-1979) di Amerika Serikat
digemari banyak penonton alam acara televisi, Life is Worth Living.” Dia menggunakan media komunikasi sosial
untuk mewartakan Injil. Jadi, persoalan mengenai media komunikasi sudah mulai
ditanggapi oleh Gereja sebelum Konsili Vatikan II (1962-1965).
Perlu
juga untuk melihat situasi dunia menjelang Konsili Vatikan II. Secara umum
dapat dikatakan bahwa menjelang Konsili Vatikan II wajah dunia sangat muram;
banyak masyarakat yang masih berduka dan trauma dengan kejamnya Perang Dunia II
dan Perang Dingin antara Blok Barat dan Blok Timur. Dalam keadaan seperti itu, Gereja
diharuskan untuk kuat menghadapi kebencian pihak di luarnya, seperti Rusia yang
membentuk gerakan anti Kristen. Jedin seorang sejarahwan mengatakan bahwa sejak
awal abad XX Gereja berhadapan dengan lima peristiwa dan perkembangan dalam
media komunikasi, yaitu merosotnya “pendapat media” (opinion press), munculnya media audio
visual, sistem politik totalitarian yang tamak di berbagai bidang
pemberitaan, tugas dan kesempatan yang sama sekali baru yang mempengaruhi negara
berkembang, dan hancurnya “publik Katolik” (adanya pembenaran terhadap
jurnalisme praktis dan karya pastoral yang telah lama difungsikan).
Itulah situasi yang
melatarbelakangi munculnya dokumen Inter
Mirifica. Dalam hal ini, perkembangan teknologi, khususnya dalam bidang
komunikasi sosial telah merasuki pola hidup masyarakat. Masyarakat pun
diharapkan bisa memiliki pandangan dan sikap yang tegas dan jelas berhadapan
dengan media komunikasi sosial. Masyarakat perlu diarahkan pada pemahaman dasar
bahwa semua media komunikasi itu adalah anugerah Allah dan mesti digunakan
untuk mewartakan karya keselamatan-Nya di dunia.
Pokok-Pokok dalam Inter Mirifica
Telah
dikatakan bahwa dokumen Inter Mirifica
lahir dari sebuah keprihatinan akan menyemaraknya perkembangan media
komunikasi, di mana masyarakat harus memiliki pandangan yang jelas dalam
menggunakan media komunikasi sosial secara tepat untuk menyegarkan hati,
mengembangkan budi, dan mewartakan Kerajaan Allah. Dokumen Inter Mirifica adalah salah satu dektit dalam sidang Konsili
Vatikan II, 04 Desember 1963. Dokumen ini terdiri atas empat bagian besar. Bagian pertama adalah pendahuluan berbicara
mengenai istilah komunikasi sosial dan alasan mengapa konsili membahas masalah
komunikasi sosial. Bagian kedua
berbicara tentang ajaran Gereja (tugas-kewajiban Gereja, hukum moral, hak atas informasi,
kesenian dan moral, pemberitaan kejahatan moral, pendapat umum, kewajiban-kewajiban
para pemakai media komunikasi sosial, kewajiban kaum muda dan orang tua, kewajiban-kewajiban
para penyelenggara, dan kewajiban pemerintah atau otoritas publik). Bagian ketiga berbicara mengenai kegiatan
pastoral Gereja (kegiatan para gembala dan umat beriman, prakarsa-prakarsa umat
Katolik, pembinaan para produsen, pembinaan para pemakai jasa, upaya-upaya
teknis dan ekonomis, sekali setahun: Hari Komunikasi Sosial Sedunia, sekretariat
takhta suci, wewenang para uskup, biro nasional, organisasi-organisasi internasional).
Bagian keempat adalah penutup berisi
tentang instruksi pastoral dan anjuran terakhir. Berikut ini adalah beberapa
pokok penting yang terungkap dari dokumen Inter
Mirifica:
1. Inter Mirifica
sebagai dokumen pertama yang membicarakan masalah komunikasi sosial dalam
sebuah konsili ekumenis.
Telah
dikatakan dalam latar belakang bahwa munculnya dokumen Inter Mirifica atas dasar kesadaran Gereja terhadap perkembangan
media komunikasi sosial. Kesadaran itu telah ada sebelum Konsili Vatikan II
diadakan. Meskipun media komunikasi saat itu belum secanggih zaman modern,
masih menggunakan surat-menyurat, tetapi uskup-uskup peserta konsili sangat
peka terhadap situasi masa depan Gerejanya. Oleh karena itu, mereka memandang
sebagai kewajiban untuk membahas masalah-masalah utama berkenaan dengan
upaya-upaya komunikasi sosial. Tujuan mereka adalah bukan hanya keselamatan
umat kristen, melainkan kemajuan seluruh umat manusia di dunia.
2. Inter Mirifica
mengungkapkan tanggapan Gereja yang positif terhadap isu komunikasi.
Diterbitkannya
dokumen Inter Mirifica mengungkapkan
bahwa Gereja sekarang terbuka terhadap setiap perkembangan media komunikasi
sosial. Gereja melihat bahwa semuanya itu adalah anugerah yang diberikan Tuhan
sebagai sarana untuk mewartakan Kerajaan-Nya di muka bumi. Dengan demikian, Gereja
menjadi tidak asing lagi dengan situasi dunianya sendiri. Gereja bisa bergerak
bebas di dunianya, bisa memanfaatkan segala yang ada, serta mensyukurinya
sebagai anugerah Allah. Selain itu, Gereja tidak melepaskan begitu saja umatnya
terjun ke dalam perkembangan media komunikasi sosial. Oleh karena itu, di dalam
dokumen Inter Mirifica terdapat
batasan-batasan agar manusia tidak terjebak atau tersesat dalam mengikuti
setiap perkembangan media komunikasi sosial.
3. Inter Mirifica
memberikan cara baru memahami media komunikasi sosial.
Banyak orang yang anti terhadap pemanfaatan
berbagai penemuan baru di dunia komunikasi sosial. Sikap anti tersebut
berangkat dari kenyataan bahwa penemuan-penemuan baru tersebut seringkali
membawa dampak buruk bagi kehidupan umat. Akan tetapi, sesuatu yang tidak dapat
disangkal lagi bahwa perkembangan media komunikai di dunia modern ini sudah
merambah ke seluruh lapisan masyarakat sampai di pelosok-pelosok daerah. Oleh
karena itu, sikap anti terhadap pemanfaatan penemuan-penemuan baru itu bisa
dianggap keliru. Tuntutan sekarang adalah bagaimana memberi cara pandang baru
terhadap berbagai penemuan itu, agar hasil atau efeknya membawa dampak positif
bagi kehidupan masyarakat. Hal inilah yang dikemukan dalam dokumen Inter Mirifica. Inter Mirifica melihat berbagai penemuan baru tersebut sebagai
anugerah Allah dan sarana untuk mewartakan karya keselamatan Allah di dunia.
Oleh karena itu, membaca dan mendalami dokumen tersebut adalah kewajiban setiap
umat beriman. Dengan demikian mereka akan mengerti apa yang menjadi
kewajibannya, baik sebagai pemakai media komunikasi sosial, kaum muda dan orang
tua, pemilik modal, maupun pemerintah.
4. Inter Mirifica berhasil menetapkan Hari
Komunikasi Sosial Sedunia.
Besarnya
pengaruh media komunikasi sosial dalam hidup menggereja membuat Gereja harus
menetapkan sebuah hari yang dikhususkan sebagai Hari Komunikasi Sosial Sedunia.
Hal itu mengisyaratkan bahwa Gereja menyadari perkembangan dunia komunikasi sosial
itu selalu berubah, dinamis bukan statis. Dalam merayakan Hari Komunikasi Sosial
itu Gereja diajak untuk menyadari kembali kewajiban-kewajibannya di bidang
komunikasi, memanjatkan doa baginya, mengumpulkan dana untuk maksud itu, dan
lebih penting lagi mengavaluasi sikap dan tindakannya dalam menghayati media komunikasi
sosial.
5.
Inter Mirifica membentuk badan-badan
nasional dan internasional berkaitan dengan komunikasi sosial.
Tidak
cukup dengan menetapkan Hari Komunikasi Sosial Sedunia, Gereja juga membentuk
badan-badan yang mengontrol perkembangan komunikasi, baik nasional maupun
internasional. Keberadaan badan-badan tersebut dimaksudkan agar karya kerasulan
menjadi lebih efektif, memiliki perencanaan, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Hal itu tentu berkaitan dengan semaraknya penyalahgunaan media komunikasi
sosial di kalangan masyarakat. Kebanyakan masyarakat hanya tahu menggunakannya
tanpa mengerti tujuan dan makna dari penggunaannya tersebut.
Relevansi
Dokumen
Inter Mirifica sangat relevan
berhadapan dengan perkembangan dunia yang semakin mengglobal. Dari hari ke hari
manusia selalu berhadapan dengan penemuan-penemuan baru dalam bidang komunikasi
sosial. Terlalu luas jika membicarakan relevansi dokumen Inter Mirifica berhadapan dengan situasi Gereja seluruh dunia. Oleh
karena itu, fokus perhatian penulis dalam merefleksikan relevansi dokumen ini
adalah berhadapan dengan situasi atau kondisi umat di Keuskupan Agung Jakarta.
Hal itu juga berdasarkan pertimbangan bahwa Jakarta adalah sebuah ibu kota
negara yang arus informasinya bergerak begitu cepat. Beberapa pokok relevansi
yang diungkapkan adalah:
1. Dalam
tugas kegembalaan, pada pewarta Injil (gembala umat) perlu menggunakan media
komunikasi sosial yang menjangkau masyarakat luas. Paus Benedictus XVI meminta
para gembala umat di seluruh dunia untuk
mempelajari segala bentuk media komunikasi sosial dalam rangka
penyebaran agama. Baginya pastor sekarang harus bisa menjawab tantangan baru
dalam perkembangan IPTEK dan budaya. Ada banyak media komuniksi yang mampu
menjangkau masyarakat secara umum di Keuskupan Agung Jakarta, misalnya lewat internet dan Hand Phone. Sarana-sarana tersebut sangat baik jika dimanfaatkan
mengingat hampir seluruh umat di Jakarta memanfaatkan kedua media tersebut.
2. Pemanfaatan
penggunaan media komunikasi sosial berkaitan dengan tuntutan agar karya peawartaan
Injil sebaiknya sesuai dengan situasi
dan kondisi masyarakat. Artinya, media komunikasi sosial digunakan sebagai sarana
untuk mewartakan Injil di Keuskupan Agung Jakarta. Akan tetapi, perlu juga sikap
waspada atau hati-hati sebab seringkali orang tidak bisa mengontrol diri. Akibatnya
memunculkan berbagai persoalan dalam kehidupan masyarakat seperti masalah
pornografi, perselingkuhan, dan sebagainya.
3. Ada
banyak masalah berkaitan dengan penyalahgunaan media komunikasi sosial dalam
masyarakat. Oleh karena itu, tepat sekali jika Gereja hadir untuk memberi arah
yang jelas mengenai penggunaan media komunikasi itu sebagaimana terungkap dalam
dokumen Inter Mirifica. Tuntutan bagi
gembala umat di Keuskupan Agung Jakarta adalah mensosialisasikan dokumen
tersebut, sehingga tidak hanya diketahui oleh para klerus saja. Dalam hal ini,
secara posistif hendak dikatakan bahwa para klerus di Keuskupan Agung Jakarta sudah
pasti mengetahui dan memaknai dokumen Inter
Mirifica dalam penggunaan media komunikasi sosial secara benar dan tepat.
4.
Berkaitan dengan tuntutan di atas, para
gembala umat sebenarnya dipanggil untuk menjadi panutan atau teladan bagi umat
dalam memanfaatkan media komunikasi sosial. Sangat keliru sekali jika, di
Keuskupan Agung Jakarta masih ada para gembala umat yang anti pemanfaatan media
komunikasi sosial dalam mewartakan Injil. Alasannya jelas bahwa situasi dan
konteks masyarakat sendiri sudah mengenal
media komunikasi sosial. Tugas gembala umat hanya memberi petunjuk yang benar
dalam menggunakan berbagai media komunikasi itu. Sekali lagi harus dimulai dari
diri sendiri.
Penutup
Kepekaan Gereja terhadap masalah komunikasi sosial terungkap
secara gamblang dalam dokumen Inter Mirifica. Dokumen tersebut merupakan dokumen pertama yang membicarakan
masalah media komunikasi sosial dalam konsili ekumenis. Di dalamnya Gereja
memberi tanggapan positif terhadap perkembangan media komunikasi sosial. Selain
memberi tanggapan, Gereja juga memberi cara pandang baru terhadap media
komunikasi sebagai anugerah Allah. Gereja pun akhirnya membentuk badan-badan
yang secara khusus ditugaskan untuk mengamati perkembangan media komunikasi, bahkan
menetapkan satu hari yang dikhususkan sebagai Hari Komunikasi Sosial Sedunia.
Pemanfaatan media komunikasi sosial dalam pewartaan Injil sangat relevan
di Keuskupan Agung Jakarta. Hal itu dilihat dari arus perkembangan media
komuniksi di Jakarta begitu cepat. Umat pun rata-rata mengenal berbagai
penemuan baru di bidang komunikasi sosial. Oleh karena itu, sayang sekali jika
sampai saat ini masih ada orang yang anti terhadap pemanfaatan berbagai media
komunikasi sosial dalam pewartaan Injil di Keuskupan Agung Jakarta. Amat
disayangkan jika umat menilai sanga gembalanya ketinggalan zaman.
Daftar Pustaka
Colins, Michael. The Story of Christianity. London: Dorling Kindersly Limited, 1999.
Eilers, Frans-Josef. Berkomunikasi dalam Pelayanan dan Misi.
Terj. KWI. Jakarta: Kanisius, 2008.
Heuken, A. “Komunikasi Sosial”. dalam Ensiklopedi Gereja. Jilid 5. Jakarta: Pt
Ikrar mandiriabadi, 2005.
Jacobs, T. Dinamika Gereja. Yogyakarta: Kanisius, 1979.
Dokumen Konsili Vatikan II.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar