Peranan Musik dalam Liturgi
Pengantar
Ada orang yang
mengatakan bahwa jika tidak ada musik dalam perayaan liturgi bagaikan sayur
tanpa garam. Pernyataan itu mengindikasikan bahwa peranan musik (nyanyian dan
iringan) dalam liturgi sangat penting. Akan tetapi, tidak semua umat beriman memahami
peranan musik dalam liturgi. Oleh karena itu, penulis dalam makalah ini akan
mengkaji kembali fungsi musik dalam liturgi berdasarkan ulasan dari Anthoni
Milner dalam essainya yang berjudul Music in the Liturgy.[1] Untuk
lebih memahami peranan musik dalam liturgi, penulis juga akan memaparkan
persoalan konkret yang trerjadi di Paroki Hati Kudus Kramat. Di akhir tulisan
ini, penulis menyertakan refleksinya mengenai peranan musik dalam liturgi.
Kutipan
Main Function of Music in The Liturgy
According to the Constitution on the Sacred Liturgy and the Instruction on Sacred Music, music in the liturgy has three main
functions: (1) it emphasizes the hierarchic structure of worship whereby
priest, ministers, and people each have their special part in the liturgical
action; (2) it encourages full and active participation; (3) “it adds delight
to prayer and fosters unity of minds’ (Constitutions
on the Sacred Liturgy, no 112). It is chiefly important not for itself but
for the word whose meaning it emphasizes and enhances.
Because
we are still very much influenced in this conection by the ideas of
nineteenth-century Romanticism which tended to regard music as a direct path to
experience of the divine, we need to reflect deeply on the effects of music
than has been recently fashionable. There is always the danger that
music in liturgy, whether it be “pop” or Palestrina, may be listened to or sung
for its own sake, so that, as St. Augustine wrote, “one is more moved by the
singing than by what is sung. “ there is, too, the temptation to mistake
esthetic pleasure for devotion, failing to distinguish-to put it
crudely-between “feeling good” and “doing good.” Esthetic pleasure is good, but
in the liturgical music it should arise from the enhancing of the textual
meaning and in this way, foster devotion.”
Terjemahan:
Peranan
Penting Musik dalam Liturgi
Berdasarkan Konstitusi Liturgi Suci dan Instruksi
Musik Suci, musik dalam liturgi memiliki tiga peranan utama, yaitu (1)
menekankan struktur hirarkis perayaan, di mana imam, pelayan, dan umat
masing-masing memiliki peran khusus
dalam tindakan liturgis; (2) mendorong partisipasi penuh dan aktif; (3) “hal
itu (musik) menambah kemeriahan doa dan membina kesatuan pikiran” (Konstitusi Liturgi Suci, no 112). Hal
yang paling penting adalah bukan untuk dirinya sendiri, melainkam untuk kata
yang maknanya ditekankan dan diperkuat.
Akan
tetapi, kita masih banyak dipengaruhi oleh ide-ide Romantisisme abad ke-19 yang
cenderung menganggap musik sebagai jalan langsung untuk mengalami yang Ilahi. Oleh
karena itu, kita perlu berefleksi secara mendalam mengenai efek musik dari mode
atau gaya yang telah muncul baru-baru ini. Akan selalu ada bahaya bahwa musik dalam
liturgi, baik itu “musik pop” maupun Palestrina, mungkin bisa didengarkan atau
dinyanyikan untuk kepentingan sendiri, sebagaimana dikatakan oleh St.
Agustinus, “Ada yang lebih tersentuh oleh nyanyian daripada apa yang
dinyanyikan.” Ada juga godaan untuk menyalahartikan kenikmatan estetis selama
devosi, tidak mampu membedakan-meletakkan dengan teliti antara “merasa baik”
dan “berbuat baik.” Kenikmatan estetis yang baik dalam konteks musik liturgi harus timbul dari
peningkatan makna tekstual dan cara itu “memotivasi devosi.”
Peranan
Musik Liturgi dalam Praktek
Paroki Hati Kudus Kramat berada di
Keuskupan Agung Jakarta (KAJ). Umat di paroki ini berjumlah sekitar 3000 jiwa yang
berasal dari berbagai daerah di Indonesia, yang kebanyakan sudah berusia
lanjut. Meskipun demikian, mereka umumnya aktif mengikuti semua kegiatan di
paroki, khususnya dalam menanggung koor atau solis selama perayaan ekaristi. Dalam
sebuah pembicaaan antara penulis dengan beberapa ibu dan OMK (Orang Muda
Katolik) yang sering bergabung dalam kelompok paduan suara bahwa mereka umumnya
tidak terlalu mengerti mengenai fungsi musik dalam liturgi. Mereka aktif dalam
berbagai kegiatan liturgi terutama karena alasan tanggung jawab dan menjaga
kekompakan antarsesama anggota lingkungan atau wilayah. Seorang OMK mengatakan,
“Selagi kita bisa menyanyi, yah …, ikut saja dalam koor.”
Latar belakang pemahaman umat
seperti di atas tentu menimbulkan beberapa persoalan dalam memahami musik dalam
liturgi. Pertama, penggunaan musik liturgi
yang mengutamakan kemeriahan. Hal itu terlihat jelas dalam praktiknya di Paroki
Hati Kudus Kramat; musik-musik yang digunakan dalam perayaan liturgis sangat
meriah sekali, apalagi dalam perayaan pernikahan. Paduan suara yang dibagi
dalam beberapa suara, belum lagi penggunaan band sebagai iringan. Kedua, kecenderungan untuk menunjukkan
kebolehan. Problem ini sering terjadi, di mana anggota koor atau solis lebih
senang menyanyi sendiri untuk menunjukkan kebolehan dengan memilih lagu-lagu
yang sulit dan tidak diketahui oleh umat. Akibatnya, umat tidak bisa terlibat
atau aktif dalam perayaan tersebut. Umat yang hadir dalam perayaan liturgis itu
seolah-olah hadir untuk menonton konser. Merasa bangga sekali jika setelah
menyanyikan sebuah lagu disambut dengan sorakan aplaus dari umat yang hadir.
Ketiga, musik liturgi
disamakan dengan musik pop. Penggunaan musik pop dalam perayaan liturgis di
Paroki Hati Kudus Kramat sering terjadi. Anggota koor atau solis tampaknya
dengan sengaja menggunakan musik pop dalam perayaan liturgi dengan pertimbangan
bahwa musik pop sesuai dengan tren zaman ini. Memang benar bahwa zaman ini
kebanyakan masyarakat Indonesia demam musik pop, khususnya pengaruh budaya
Korea. Akibatnya, musik pop pun dinilai lebih menarik dari musik klasik dan Gregorian
karena mampu mengikuti tren atau adaptasi dengan perkembangan zaman. Akan
tetapi, secara liturgis, musik yang hanya mempertimbangankan segi penyesuaian
dengan perkembangan zaman tidak cukup untuk merangkum seluruh makna pokok dari musik liturgi itu
sendiri. Musik liturgi tidak boleh disamakan saja dengan musik pop yang
walaupun sedang tren tetapi tetap tidak liturgis.
Keempat,
musik liturgi disamakan dengan musik rohani. Penyamaan antara musik liturgi dan
musik rohani dilakukan oleh umat Paroki Hati Kudus Kramat tampak dalam
penggunaan lagu-lagu rohani selama perayaan Ekaristi. Misalnya, lagu yang
berjudul Bapa Engkau Sungguh Baik, Bagaikan Rajawali, JanjiMu seperti Fajar, dan
lain-lain. Lagu-lagu tersebut adalah lagu-lagu rohani bukan lagu liturgis.
Penutup:
Refleksi
Fakta
bahwa penggunaan musik liturgi di Paroki Hati Kudus Kramat mengalami beberapa
problem. Sebagai calon imam, penulis menyadari bahwa problem-problem tersebut merupakan
tantangan dan sekaligus tanggung jawab. Dalam arti bahwa sebagai calon imam
atau gembala penulis menyadari bahwa itulah tantangan Gareja sekarang dan yang
akan datang. Tantangan itu tidak mungkin dibiarkan berkembang terus, tetapi
harus dipulihkan atau diatasi. Dalam konteks itu, penulis merasa memiliki
tanggung jawab atas masa depan Gereja. Oleh karena itu, penulis berefleksi dan
merenungkan akar munculnya semua problem dalam penggunaan musik liturgi? Lebih
jauh lagi penulis merefleksikan, apakah ada solusi yang mungkin mampu untuk
mengatasi problem-problem tersebut?
Setelah
merefleksikan semua problem yang berkembang, khususnya penggunaan musik liturgi
di Paroki Hati Kudus Kramat selama ini, penulis menemukan bahwa akar dari semua
problem tersebut adalah kurangnya pengetahuan umat. Penulis juga melihat bahwa
kurangnya pengetahuan umat karena dua faktor, yaitu umat sendiri dan pastor
paroki beserta dewannya. Umat yang tidak paham mengenai fungsi musik dalam
liturgi tidak bisa disalahkan begitu saja. Umat tidak pahami karena mereka
tidak belajar secara khusus mengenai musik liturgi. Bersyukur bahwa dari segala
keterbatasan dan kekurangan, umat masih bersedia dan bertanggung jawab atas
tugas yang diberikan. Sayangnya, ada juga umat yang terlalu percaya diri dan
membawakan musik liturgi dengan tahu dan mau saja. Oleh karena itu, umat tetap
diharapkan untuk sadar akan keterbatasannya dan selalu berkonsultasi dengan
pastor paroki mengenai musik yang digunakan dalam liturgi. Diharapkan juga agar
umat bisa belajar mandiri mengenai peranan musik liturgi.
Pastor
paroki sebenarnya mempunyai tugas dan peran yang besar untuk menyelesaikan
problem penggunaan musik dalam liturgi, yaitu dengan menjelaskan fungsi musik
liturgi itu kepada umatnya. Tugas tersebut menuntut sang pastor untuk menjalin
relasi yang baik dengan umatnya. Dalam kenyataannya tidak semua pastor dekat
dengan umatnya. Alhasil, penyalahgunaan musik dalam perayaan liturgi terus
berkembang. Tugas tersebut juga tidak bisa dilaksanakan jika pastor cuek atau
tidak tanggap dengan persoalan liturgi. Pastor paroki hanya sibuk dengan memimpin
misa dan mengabaikan unsur-unsur penting dalam perayaan liturgis, seperti
penggunaan musik. Lebih parah lagi jika tugas tersebut tidak dapat dilaksanakan
karena pastor sendiri tidak mengerti mengenai fungsi musik dalam liturgi. Tugas
itu pula yang memotivasi penulis untuk belajar dengan tekun mengenai fungsi musik dalam liturgi. Jadi,
solusi yang mungkin agar persoalan-persoalan penyalahgunaan musik dalam liturgi
dapat diatasi adalah dengan membina kembali hubungan antara pastor dengan umat,
menumbumkembangkan kepekaan pastor paroki terhadap masalah liturgi, dan belajar
mengenai peranan musik dalam liturgi, khususnya pastor paroki.
Mementingkan
kemeriahan musik dalam perayaan liturgis dan mengabaikan aspek keterlibatan
aktif dan penuh perlu ditinggalkan. Kemeriahan musik dalam perayaan liturgis
memang penting. Akan tetapi, kemeriahan itu harus mampu mengantar umat pada
kesadaran bahwa musik liturgis merupakan doa yang dinyanyikan sebagai ekspresi
iman umat yang terlibat dalam seluruh perayaan tersebut. Oleh karena itu, dinilai
salah jika penggunaan musik dalam perayaan liturgis dipandang sebagai
kesempatan untuk konser atau ajang menunjukkan kebolehan. Musik juga harus
mampu mengantar umat untuk terlibat aktif dan penuh dalam perayaan liturgis
tersebut. dinilai salah bisa juga terjadi jika menyamakan musik liturgi dengan
musik pop dan rohani. Musik liturgi selalu selaras ajaran Gereja Katolik (Kitab
Suci, Tradisi, dan Magisterium), khususnya Kitab Suci (Sacrosantum Concilium no, 121). Itulah yang menjadi alasan bahwa
musik rohani dan pop tidak bisa dikategorikan sebagai musik liturgi. Musik
rohani dan pop tidak bersumber pada Kitab Suci dan tidak memperhatikan aspek
perjumpaan antara manusia dengan Allah. Oleh karena itu, Romo Jacobus Tarigan,
Pr menegaskan bahwa lagu-lagu rohani hendaknya tidak dinyanyikan dalam perayaan
liturgi.[2] Jadi, dalam
perayaan liturgis tetap diharapkan agar menggunakan musik Gregorian dan klasik.
Mementingkan
kesesuain dengan perkembangan zaman dan kenikmatan estetis perlu juga
diwaspadai. Penggunaan musik pop dan rohani dalam perayaan liturgis merupakan
bukti bahwa umat beriman sekarang ini (tidak semua) lebih mementingkan kesesuaian
dengan perkembangan zaman atau tren dan kenikmatan estetis. Bagi penulis,
tindakan tersebut merupakan adaptasi yang keliru. Musik pop dan rohani mungkin
mampu membuat umat “feel good” tetapi
tidak menjadi “doing good”. Artinya
bahwa musik pop dan rohani bisa memberikan kenikmatan estetis, dalam hal ini “feel good”. Akan tetapi, sebenarnya
musik pop dan rohani itu tidak “doing
good”. Musik pop dan rohani tidak
mampu menghantar orang mengalami perjumpaan dengan yang Ilahi.
Akhirnya,
sebagai kesimpulan bahwa pastor paroki dan umat harus sadar bahwa musik liturgi
merupakan bagian penting dan integral dari perayaan liturgi (SC no 112) dan merupakan
jalan bagi umat beriman untuk memuliakan Allah dan menguduskan hidupnya sendiri.
Musik liturgi membantu umat bersatu dengan Kristus dan membantu umat mencicipi
liturgi surgawi. [3]
Romo Jacobus Tarigan, Pr mengatakan
bahwa musik yang perlu dalam perayaan liturgis adalah musik liturgi, yaitu
musik yang digunakan untuk mengungkapkan dan merayakan iman.[4] Oleh karena
itu, musik liturgi harus mempunyai dasar
biblis, tidak boleh disamakan dengan musik pop dan rohani, tidak digunakan sebagai
ajang menunjukkan kebolehan dan konser. Dengan demikian, keaktifan umat dalam
berbagai kegiatan di paroki, khususnya dalam mengikuti koor atau solis memiliki
dasar pemahaman yang jelas akan peranan musik dalam liturgi. Keterlibatan
mereka pun tidak hanya demi kebersamaan dan tanggung jawab, tetapi atas
kesadaran bahwa musik sangat penting dalam liturgi.
Sumber
Milner, Anthony. 1970. “Music in
the Liturgy,” dalam The Catholic Layman’s
Library: Understanding the Liturgy. vol 3. ed. John P. Bradley. Gastonia:
Good Will.
Tarigan, Jacobus. 201. Memahami
Liturgi. Jakarta: Cahaya Pineleng.
[1] Anthony Milner , “Music in the
Liturgy,” dalam The Catholic Layman’s
Library: Understanding the Liturgy, vol 3, ed. John P. Bradley (Gastonia:
Good Will, 1970), hlm. 331.
[2] Jacobus Tarigan, Memahami Liturgi (Jakarta: Cahaya
Pineleng, 2011), hlm.134.
[3] Jacobus Tarigan, Ibid., hal 133.
[4] Jacobus Tarigan, Op.Cit., hlm. 134.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar