Search

Kamis, 07 Juni 2012

Siapakah Yang Membunuh Yesus?

Siapakah Yang Membunuh Yesus?
                                                            Gabariel Holen                                                           
Pengantar
            Dalam menjawab pertanyaan, ‘Siapakah yang membunuh Yesus’ di atas penulis akan berusaha memahaminya dari dua posisi: pertama, kematian Yesus sebagai bagian dari rencana keselamatan Allah, “Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang” (Luk 19:10). Kedua, kematian Yesus sebagai sebuah ‘peristiwa atau kejadian biasa’. Untuk menjawab pertanyaan tersebut juga, penulis dibantu oleh film yang berjudul Who Killed Jesus?
Data dalam Kitab Suci (injil sinoptik dan injil Yohanes)
Kematian Yesus sebagai bagian dari rencana keselamatan Allah
Kematian Yesus sebagai bagian dari rencana keselamatan Allah, tampak dalam sikap dan perkataan Yesus sendiri. Yesus rupanya sudah menyadari bahwa waktunya sudah tiba, dan bahwa di Yerusalem keselamatan yang dijanjikan Allah terpenuhi (Luk 18:31). Oleh karena itu, sampai di Yerusalem Yesus mengusir semua orang yang berjualan di Bait Allah (Luk 19: 45). Tindakan Yesus tersebut tampaknya dengan tahu dan mau karena Yesus sebenarnya sudah mengetahui bahwa tindakan-Nya akan menimbulkan kemarahan para pemimpin agama Yahudi dan orang Farisi . Lebih jauh lagi, bahkan Yesus pun tidak mempersalahkan Yudas Iskariot yang mengkianati-Nya, karena Ia sudah menyadari bahwa hal itulah yang akan terjadi (Mrk 14:43-53).
Gambaran tersebut setidaknya memunculkan kesan bahwa Yesus sadar akan sesuatu yang terjadi dengan diri-Nya. Di satu sisi, Yesus sebenarnya bisa memilih tidak pergi ke Yerusalem. Ia bisa meninggalkan Yerusalem. Yesus sebenarnya bisa mengajarkan Sabda Allah di tempat-tempat lain demi kenyamanan-Nya sendiri. Akan tetapi, mengapa Yesus akhirnya tetap memilih ke Yerusalem? Jawabannya adalah karena Yesus ingin memperlihatkan kesetiaan-Nya pada kehendak Bapa. Yesus sadar juga bahwa Ia tidak akan ditinggalkan oleh Bapa-Nya (Yoh; 16:32). Di sisi lain, Yesus yang memiliki kuasa yang sebenarnya bisa melawan semua orang yang hendak menangkap-Nya. “Ketika Ia berkata kepada mereka: "Akulah Dia," mundurlah mereka dan jatuh ke tanah” (Yoh 18:6). Akan tetapi, yang dilakukan Yesus justru membiarkan diri-Nya ditangkap dan disiksa, sampai mati di salib. 
Semuanya itu, tidak lain dan tidak bukan karena Yesus sadar bahwa kerajaan-Nya bukan dari dunia ini, melainkan dari surga. Ia datang ke dunia diutus Bapa untuk menyelamatkan manusia (Yoh 18:36). Dengan demikian, kematian Yesus dapat dikatakan sebagai penggenapan terhadap apa yang telah difirmankan dalam Kitab Suci (Yoh 19:28). Allah pun sebenarnya telah menetapkan peristiwa kematian Yesus sebagai peristiwa penting dalam sejarah keselamatan (Mat 20:28; Mrk 10:45). Selain itu, Yesus sebenarnya memiliki kekuatan untuk melawan semua orang yang akan menangkap-Nya, tetapi demi kesetiaan dan keselamatan umat manusia Ia rela untuk disalibkan.
Kematian Yesus sebagai peristiwa biasa
Merasa terancam oleh kebengisan Herodes, keluarga Yesus pindah ke Galilea yaitu di Nasaret (Mat 2:23). Di sana ia dibesarkan dan memulai pengajaran tentang Kerajaan Allah. Selain di daerah tersebut, Yesus juga melakukan pengajaran-Nya di kota-kota di sekitar Yerusalem daerah Yudea. Pewartaan Yesus di beberapa daerah tersebut memberi kesan bahwa kehadiran dan tindakan-Nya akan menimbulkan perpecahan di kalangan masyarakat. Ada orang yang mau mengikut-Nya atau sebaliknya menentang Dia. Orang- orang yang mengikuti-Nya biasanya orang miskin, sakit, dan menderita. Perlu diketahui juga bahwa saat itu, daerah Galilea, Yudea dan Samaria, serta daerah-daerah lainnya berada di bawah kekuasaan kekaisaran Romawi. Jadi, yang merasa terancam oleh kehadiran Yesus adalah penguasa Romawi, para pemimpin agama Yahudi, dan orang Farisi. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tokoh yang sangat berperan dalam kematian Yesus adalah para pemimpin keagamaan, Kayafas sebagai imam besar  dan Pilatus.
Sejak awal penginjil Markus mengatakan bahwa pengajaran Yesus tidak sesuai dengan pengajaran para pemimpin agama Yahudi (Mrk 1:22 ). Banyak praktik dan ajaran agama Yahudi yang ditolak oleh Yesus. Yesus juga mengakui diri-Nya sebagai mesias, anak Allah yang hidup (Mrk 14:62). Sikap da tindakan Yesus tersebut, dilihat sebagai perbuatan nabi palsu sehingga mereka menginginkan kematian-Nya (Mat 27: 63) . Selain itu, kehadiran Yesus juga diniai sebagai ancaman bagi kekuasaan, agama, dan masyarakat yang berada dalam kekuasaan mereka (Mat 15:13; 21:23). Yesus benar-benar dinilai sebagai pengganggu kenyamanan yang telah ada (Luk 22:2). Itulah sejumlah alas an, pemimpin agama dan orang Farisi ingin membunuh Yesus.
Akan tetapi, keinginan pemimpin agama dan orang Farisi tidak terlepas dari peran seorang Kayafas. Film Who Killed Jesus menjelaskan bahwa Kayafas adalah seorang aristokrat kaya, imam besar di Bait Allah yang memiliki 71 anggota, memiliki hubungan yang erat dengan Pilatus, seorang yang ahli dalam politik, dan orang yang lihai dalam bekerja sama. Ahli arkeologi menambahkan bahwa dia adalah orang yang hidup mewah di Yerusalem, rumahnya tampak mewah dan di dalamnya terdapat 150 kamar mandi ritual yang digunakan untuk membersihkan diri sebelum masuk ke bait Allah.  Yesus menolak praktik tersebut. Bagi Yesus, orang boleh memasuki bait Allah tanpa harus membayar. Sikap Yesus itu terang-terangan menentang Kayafas.
Penginjil Yohanes memasukkan nama Hanas mertua Kayafas, mantan imam besar (Yoh 18:13) sebagai seorang yang terlibat dalam kematian Yesus. Akan tetapi, tampaknya Hanas tidak menemukan kesalahan apapun pada Yesus.  Kemudian Yesus di bawah ke rumah Kayafas. Penginjil Yohanes tidak menampilkan adegan Yesus di hadapan Kayafas, tetapi hanya menegaskan bahwa sebenarnya Kayafas telah  merasa terganggu dengan kehadiran Yesus di Yerusalem. Kayafas pun menasihatkan orang Yahudi dengan mengatakan, "Adalah lebih berguna jika satu orang mati untuk seluruh bangsa” (Yoh 18:14). Kebencian Kayafas terhadap Yesus didukung oleh pernytaan penginjil Markus bahwa ketika ia bertanya, apakah Engkau Mesias? Jawaban Yesus, yang tidak hanya mengakui dirinya sebagai mesias, tetapi juga mesias Anak Allah yang hidup (Mrk 14:62). Jadi, keseluruhan tuduhan terhadap Yesus di hadapan pemimpin agama Yahudi dan Kayafas adalah pelanggaran keagamaan (Yoh 18:12-14). Yesus dipandang sebagai penentang hukum Taurat dan agama Yahudi.
Setelah melihat peran pemimpin agama dan Kayafas, tokoh yang sangat berperan juga dalam kematian Yesus adalah Pilatus. Film ‘Who Killed Jesus?’ menjelaskan bahwa keempat injil manampilkan sosok Pilatus yang bisa dikatakan baik. Akan tetapi, tulisan di luar injil menjelaskan bahwa Pilatus sebenarnya orang yang kejam, kasar, dan tidak suka dengan kaum Yahudi. Berkaitan dengan itu, rupanya orang Farisi dan pemimpin agama Yahudi sadar bahwa  penguasa Roma tidak terlalu peduli dengan masalah keagamaan, sehingga tuduhan mereka terhadap Yesus di hadapan Guberbur Romawi Pilatus berupa pelanggaran politik. Hal tampak dalam jawaban mereka ketika Pilatus bertanya, Apa tuduhanmu terhadap orang ini? Beberapa tuduhan di lontarkan oleh mreka adalah Yesus orang yang menyesatkan bangsa yahudi dan yang membuat penyelewengan terhadap kaisar, Yesus melarang membayar pajak, dan Yesus adalah raja (Luk 23:1-2).
Menanggapi semua tuduhan mereka, Pilatus merasa bahwa Yesus tidak bersalah (Mrk 15:10; Luk 23: 4). Akan tetapi, karena merasa takut dengan banyak orang, Pilatus akhirnya menjatuhkan hukuman mati kepada Yesus (Yoh 19:12). Pilatus pun sangat berperan dalam kematian Yesus karena orang Yahudi tidak diperbolehkan membunuh seseorang (Yoh 18:31). Tampak juga bahwa Pilatus sebenarnya menginginkan kematian Yesus. Akan tetapi, ia tidak  tidak menemukan cara yang tepat untuk membunuh Yesus. Itu bisa dilihat saat ia memberikan alternatif untuk membebaskan Yesus atau Barabas. Semua orang tahu bahwa Barabas memang benar-benar telah bersalah, sedangkan Yesus tidak bersalah menurut pemeriksaannya. Penginjil Matius bahkan mengatakan bahwa isterinya juga mencoba meyakinkannya bahwa Yesus tidak bersalah (Mat 27: 19). Pilatus sendiri juga mengakui bahwa dirinya sangat bertanggung jawab atas kematian Yesus, "Tidakkah Engkau mau bicara dengan aku? Tidakkah Engkau tahu, bahwa aku berkuasa untuk membebaskan Engkau, dan berkuasa juga untuk menyalibkan Engkau?” (Yoh 19:10). Jadi, kehadiran Yesus di Yerusalem tidak hanya membuat pemimpin agama, orang Farisi, dan Kayafas merasa terancam, tetapi juga Pilatus sebagai gubernur Romawi. Hal itu membuat ia menginginkan kematian Yesus.
Tanggapan
Setelah membaca Kitab Suci dan menonton Film Who Killed Jesus? penulis berpikir bahwa dalam memahami dan menjawab pertanyaan, siapakah yang membunuh Yesus? Perlu memperhatikan dua posisi di atas. Di satu sisi, kematian Yesus merupakan penggenapan dan puncak rencana keselamatan Allah. Jika kematian Yesus jika dipandang sebagai bagian dari rencana keselamatan Allah, kehadiran Yudas, pemuka agama, Kayafas, dan Pilatus, serta yang lainnya dalam peristiwa salib tidak bisa dipersalahkan. Kehadiran mereka dalam sejumlah adegan bisa dipandang sebagai sarana Allah menyatakan keselamatan kepada manusia melalui Putera-Nya. Cinta Allah kepada manusia sungguh besar. Ia mengutus Putera tunggal-Nya Yesus Kristus kepada manusia dengan menjadi manusia. Yesus pun telah menunjukkan kesetiaan-Nya kepada Bapa dengan menerima jalan salib. Allah sendiri pun menepati janji-Nya untuk tidak meninggalkan Yesus seorang diri (Yoh 16: 32) dengan membangkitkan-Nya dari mati (Mat 28: 1-10; Mrk 16:1-8; Luk 24: 1-12; Yoh 20: 1-10).  
Di sisi lain, jika kematian Yesus dipandang sebagai ‘peristiwa biasa’, penulis yakin bahwa yang bertanggung jawab dan yang mebunuh Yesus adalah para pemimpin agama, Kayafas, Pilatus, dan Yudas Iskariot. Pemimpin agama dan orang Farisi dikatakan bersalah dan harus bertanggung jawab atas kematian Yesus karena mereka sebenarnya  berusaha membunuh Yesus demi kepentingan pribadi, supaya tidak kehilangan pengikut, dan kekuasaan mereka tetap eksis di tengah masyarakat. Begitu pun dengan Kayafas yang merasa terancam dengan kehadiran Yesus. Dalam film dikatakan bahwa kesalahan Kayafas akhirnya dibayar dengan pemecatannya sebagai imam besar. Peran Pilatus dalam drama salib sebenarnya sangat menentukan. Hanya dia yang bisa menentukan Yesus jadi disalibkan atau tidak. Ia sebenarnya tidak menemukan kesalahan pada Yesus. Akan tetapi, demi kepercayaan dan kedudukkan ia memutuskan untuk menyalibkan Yesus. Terhadap sikapnya itu, dikatakan bahwa ia kemudian bunuh diri. Sedangkan Yudas Iskariot dapat dikatakan bersalah karena tegila-gila dengan uang sehingga ia bersekutu dengan pemimpin Yahudi untuk membunuh Yesus. Ia juga akhirnya mati karena bunuh diri (Mat 27: 5). Dengan demikian, siapakah yag membunuh Yesus jika dilihat sebagai peristiwa biasa? Secara umum penulis yakin bahwa tokoh-tokoh yang menetang dan yang merasa terancam dengan kehadiran Yesus yang telah disebutkan di atas yang membunuh Yesus. Akan tetapi, Pilatus sebenarnya tokoh yang sangat menentukan Yesus jadi disalibkan atau tidak.
Di samping dua posisi tersebut di atas, tokoh yang sebenarnya juga musuh Yesus adalah setan atau roh jahat. Sejak dulu setan atau roh jahat sudah mengetahui Yesus sebagai anak Allah (Mrk 5:7). Akan tetapi, dalam melawan kekuasaan Yesus, setan selalu kalah. Akan tetapi, penginjil Lukas mengatakan bahwa sebenarnya Setan menunggu waktu yang tepat untuk membunuh Yesus. Saat yang tepat tersebut menurut Lukas adalah di Yerusalem. Roh jahat berkarya di dalam Yudas Iskariot sehingga mengkianati Yesus (Luk 22: 3-6).
Penutup
Siapakah yang membunuh Yesus? Merupakan pertanyaan yang tidak mudah di jawab. Ditilik dari sejarah keselamatan, Yesus bukanlah orang yang bunuh diri, melainkan bukti kesetiaan-Nya kepada Bapa. Dipandang dari posisi ‘peristiwa biasa,’ orang yang membunuh Yesus adalah pemuka agama, Kayafas, dan terutama Pilatus. Akan tetapi, Setan atau roh jahat sebagai musuh Yesus juga bisa dikatakan sebagai sosok yang menginginkan kematian Yesus. 



Tidak ada komentar: